Sabtu, 23 Januari 2010

Bangsa Kita Sedang Sakit?

Apakah benar bangsa kita sedang sakit? Kalau kita perhatikan secara seksama,bagaimana kiprah anak-anak bangsa dalam bertutur kata dan bertindak dalam keseharian amatlah menyedihkan.Dari mulai para pemimpin sampai rakyat jelata banyak yang tidak memiliki nilai-nilai budi luhur.Saat ini kejujuran,tanggung jawab,disiplin,keadilan, dan kepedulian menjadi suatu hal yang langka.

Para pemimpin sedang bersendagurau diatas panggung politik, saling sindir satu sama lain,saling berbalas pantun yang tidak memiliki selera humor yang semestinya tidak mereka ucapkan,pokoknya mereka sedang mempertontonkan kepada anak bangsa bagaimana memperoleh kekuasaan dengan berbagai cara yang licik serta jauh dari etika. Para anggota dewan yang terhormat saling baku hantam,para pejabat melakukan korupsi berjamaah,kolusi dan nepotisme, kekerasan,pembunuhan jadi berita sehari-hari.

Banyak anak-anak Bangsa yang tidak patuh pada berbagai aturan,tidak memiliki kendali diri yang baik, tidak mampu membina hubungan keakraban dengan sesama, tidak memiliki tanggungjawab menurut kapasitas yang dimilikinya,tidak dapat hidup rukun dengan sesama, dan tidak mampu menunjukan perilaku sosial yang penuh perhitungan sehingga menyulut kerusuhan dimana-mana.Secara fisik mereka sehat walafiat,tapi secara mental mereka mengidap gangguan kejiwaan..

Kita tentu sedih dan prihatin melihat bangsa seperti ini.Bagaimana Bangsa Kita bisa maju kalau kondisi kejiwaan anak bangsa seperti ini…….Bagaimana solusinya? Tentunya landasan Keimanan dan Islamlah yang membuat anak Bangsa menjadi Ihsan sehingga mempunyai nilai-nilai budi luhur yang baik. Dan dengan modal tersebut Bangsa kita menjadi adidaya dan bermartabat.

Tadi disebutkan tentang gangguan kejiwaan…
Apa sih yang dimaksud dengan jiwa? Sukar untuk memberi definisi tentang jiwa. Yang dapat ditangkap adalah manifestasinya. Jiwa bermanifestasi dalam bentuk perasaan, akal fikiran dan perbuatan. Ketiga bentuk manifestasi ini dapat pula diperinci lebih lanjut. Kita akan memperinci hanya yang penting dalam pembicaran kita saja.

Dalam ilmu kedokteran dikenal jiwa dan soma. Soma dapat pula diganti dengan fisik. Soma atau fisik berarti segi-segi yang nyata dari tubuh manusia, yaitu yang dapat diraba, dilihat dan malahan yang dapat didengarkan, misalnya detak jantung, bunyi pernafasan, dan sebagainya. Segi lainnya dari tubuh manusia adalah jiwanya. Dan yang dapat dinilai seperti yang dikatakan di atas tadi adalah manifestasinya.

Kita mengetahui bahwa ketiga fungsi jiwa tadi, pada orang yang normal mempunyai kerja sama yang baik, dikatakan mempunyai harmoni yang baik dalam pekerjaannya.
Jadi orang yang normal merasakan, kemudian memikirkan, mungkin dia akan mengulangi merasa-rasakan kembali, sesudah itu berpikir lagi kemudian baru berbuat. Ini tergantung pada kepribadian orang itu.

Kalau kita hendak membicarakan tentang perasaan secara mendalam, banyak sekali yang dapat dikemukakan. Seorang sarjana membagi perasaan dalam beberapa tingkat atau niveau. Yaitu perasaan fisik atau somatik, perasaan vital, atau vegetatif, perasaan psykhik, perasaan ethik dan esthetik dan yang tertinggi adalah rasa atau perasaan keagamaan (geestelijke gevoelens).

Perasaan fisik atau somatik misalnya, merasa sakit, merasa panas, merasa tekanan, merasa pahit dan sebagainya. Semua ini mempunyai alat, ujung saraf (receptor) untuk menangkapnya. Ke dalam perasaan vital termasuk rasa haus, rasa lapar, dan perasaan sexual. Perasaan psykhik yaitu rasa sedih dan gembira, rasa sayang dan benci, rasa berputus asa, rasa nikmat dan lainnya. Perasaan ethik yaitu mengenai masalah susila dan esthetik mengenai tingkatan-tingkatan keindahan.Yang tertinggi tingkatannya adalah perasaan keagamaan. Kita dapat merasakan adanya Allah berkat dapatnya kita memakai akal dan fikiran untuk memahami ciptaanNya. Jadi, mereka yang memakai akal dan fikirannyalah yang dapat merasakan adanya Tuhan!

Ilmu kedokteran jiwa mengatakan, bahwa pusat perasaan terletak di dalam otak, disuatu daerah yang dinamakan limbic system. Bagaimanapun juga kita tidak dapat mengingkari, bahwa “hati” (jantung) memegang peranan pula dalam merasai ini. Kalau gembira kita merasakan dada kita lapang dan lega. Sedangkan kalau sedih kita merasakan dada kita sempit dan sesak.

Kalau kita gembira kita merasakan dada bergetar dan kalau sedih dada seolah-olah membeku. Semua ini tentu sangat subyektif sekali. Ini mungkin disebabkan, karena jantung (hati) mempunyai pusat penggerak yang di dalam ilmu kedokteran dinamakan “pace-maker”, yaitu pusat penggerak jantung. Tidak menngherankan kalau ahli pikir Yunani dulu mengatakan, bahwa kehidupan ini berpusat dalam jantung.

Jika kita berfikir seterusnya kita mungkin sampai kepada pemikiran, bahwa roh yang dihembuskan itu masuk paru-paru, sesudah diolah diteruskan ke jantung untuk dimanfaatkan selanjutnya. Kita mengetahui pula bahwa jantung (hati) ini memegang peranan yang penting dalam kelangsungan hidup.

Dalam ajaran Islam banyak sekali masalah yang dihubungkan dengan hati.Misalnya kita meminta kepada Tuhan “Ya Allah, bukakanlah pintu hatinya supaya ajaran-ajaranMu dapat masuk ke dalamnya”. Jika kita menginginkan seseorang supaya mau berbuat dan bertindak menurut ajaran agama dan tidak merugikan orang lain. Kita berpendapat pula adanya hati nurani, lubuk hati, qalbu dan sebagainya, yang menurut kita letaknya di dalam hati dan tidak di dalam otak.

Kalau kita kembali kepada maslah mental health atau kesehatan jiwa dapat disebut beberapa hal. Di Amerika Serikat sejak beberapa lama telah diadakan perkumpulan dalam lapangan kesehatan jiwa yang mulanya bernama National Committee for Metal Hygiene (1909) dan kemudian merubah namanya menjadi The National Institute of Mental Health. Dalam tahun 1920 terbentuk International Committee for Mental Hygiene dan sesudah perang dalam tahun 1948 namanya dirubah menjadi The World Federation for Mental Health dan berpusat di London. Anggotanya meliputi lebih dari 41 negara.

Kemudian, Apakah yang dimaksud denga jiwa yang sehat? Sebearnya sukar untuk mengatakan dengan tepat. Kesehatan jiwa erat hubungannya dengan perangai dan kepribadian, bagaimana caranya seseorang bergaul dalam keluarganya, di sekolah, di pekerjaannya dan dalam lingkungan di mana dia berada. Adapula sangkut pautnya degan cara dia memuaskan keinginannya, ambisinya, cita-citanya, perasaanya dan hati nuraninya untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan terkanan-tekanan penghidupan. Kesehatan jiwa berhubungan dengan interaksi individu dengan lingkungan sosialnya. Ada pula yang berpendapat, bahwa orang yang sehat jiwanya adalah seseorang yang lega terhadap dirinya, senang terhadap orang lain dan dapat menghadapi tantangan hidup dengan bijaksana. Jadi orang yang perbuatannya selalu suka membuka ‘aib orang lain, mempergunjingkan orang lain, membuat malu orang lain, melukai hati orang lain, orang yang seperti ini sebenarnya dapat dikatakan tidak sehat mentalnya.

Dapatkah kiranya kita mencegah timbulnya sakit jiwa (mental berakdown)?

Dapatkah kiranya kita merubah sesuatu untuk meningkatkan kesehatan jiwa?


Pertanyaan-pertanyaan semacam inilah yang sekarang menjadi tantangan para psykiater (dokter ahli jiwa) dan ahli-ahli ilmu sosial yang lain-lain. Dapat dibuktikan, bahwa anak yang sedang tumbuh, terutama antara umur enam bulan dan tiga tahun, bila tidak mendapat kasih sayang yang hangat dari ibunya atau pengganti ibu, anak itu akan menunjukkan tanda-tanda kedangkalan emosional dan sosial, rasa permusuhan dan tidak dapat atau sukar menyesuaikan diri.

Kalau penerimaan kasih sayang ini terputus sama sekali secara terus menerus selama berbulan-bulan, misalnya mungkin terjadi pada anak yatim, anak yang diterlantarkan karena pertengkaran orang tuanya, perubahan-perubahan dan kelainan-kelainan yang terjadi tidak dapat atau sukar dipulihkan kembali. Sebab itu dikatakan, bahwa afeksi atau kasih sayang yang spontan, terus menerus dan tidak dibuat-buat antara anggota keluarga mempunyai efek positif dalam membendung kestabilan emosional dan sosial anak.

Kebutuhan ini tidak berubah pada anak muda, orang dewasa, malahan sampai hari tua. Sebab itulah seorang dewasa mendapat kepuasan atau frustasi tidak saja dalam lingkungan keluarganya, rumah tangga dan hubungan perkawinan, tetapi juga di pekerjaan, di temapt rekreasinya dan lingkungan-lingkungan lain di mana dia mempunyai tanggung jawab.

Kita mengetahui pula, bahwa kita tidak dapat mengajar anak dengan kasar dan keras, tetapi harus memberi pengertian dengan penuh kasih sayang. Kiranya begitu juga hendaknya sikap istri terhadap suaminya, penuh kasih sayang dan pengertian. Tentunya bukan kaum wanita saja yang harus bersikap demikian. Laki-laki sebagai Imam dalam rumah tangga seharusnya lebih dari itu!

Kita mengetahui, seorang anak yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang, kalau sudah jauh dari orang tuanya dan terkenang kembali akan masa-masa di mana dia mendapat perlakuan yang penuh kasih sayang dari orang tuanya, ya, tidak jarang anak ini akan meneteskan air matanya.


GEJALA-GEJALA GANGGUAN JIWA

Gejala penyakit jiwa yang nyata. Saya katakan penyakit jiwa yang nyata, karena tiap orang awam mengenal penyakit ini, yaitu apa yang sehari-hari disebut gila. Di dalam kedokteran jiwa untuk keadaan ini dipakai istilah, orang yang psykhotik (psykhosa, psychosis).

Mereka ini menurut ajaran Islam, sebenarnya adalah orang-orang yang disayangi Allah. Sebab mereka ini dibebaskan dari tuntutan agama. Semua syarat-syarat agama Islam tidak berlaku buat mereka, seperti anak-anak di bawah umur. Apakah mereka tempatnya di sorga Jannatunna’im? Tentunya dosa yang mereka perbuat sebelum menjadi psykhotik akan diperhitungkan Allah. Schizophrenia yang klasik timbul pada waktu masa remaja, bertepatan dengan mulai berlakunya hukum-hukum Allah buat dia.

Tetapi bagaimana sikap kita terhadap mereka? Meraka diperolok-olokan dipandang dengan sinis dan menjijikan. Adapula yang berprasangka bahwa mereka dan keluarga mereka, orang yang mendapat laknat dari Tuhan. Ajaran Islam bukan berpendapat demikian.

Bagaimana orang yang dikatakan psykhotik ini? Mereka ini kita katakan tidak dapat menilai kenyataan. Reality Testing Abilitynya (Daya kesanggupannya untuk menilai kenyataan) kita katakan terganggu. Sebab biasanya mereka ini mempunyai waham(delusi), halusinasi, illusi dan hal-hal lain yang aneh menurut kita. Mereka biasanya menarik diri dari pegaulan, atau mengurung diri sambil menulis atau berbuat hal-hal yang bukan-bukan. Ada pula yang bekeliaran tanpa tujuan. Anak yang tadinya rajin tiba-tiba menjadi acuh tak acuh, tertinggal dalam pelajarannya. Itulah tadi beberapa tanda dari panyakit jiwa yang nyata.

Biasanya penyakit jiwa timbul perlahan-lahan sehingga hanya dapat diketahui oleh keluarganya yang terdekat. Mereka melihat kelakuan si sakit lambat laun berubah, tetapi sayangnya keluarga ini menolak sangkaannya sendiri bahwa si sakit ini menderita penyakit jiwa. Mereka mengatakan, “Kami adalah keturunan baik-baik”, seolah-oleh mereka ingin mengetengahkan, bahwa orang yang baik-baik itu tidak mungkin dihinggapi penyakit jiwa. Tapi nyatanya penyakit jiwa tidak pandang bulu. Karena takut atau malu karena pendapat orang yang tidak mengerti atau mulut usil, si sakit di sembunyi-sembunyikan atau dibawa berobat ke dukun sehingga waktu yang sebaik-baiknya untuk berobat kepada ahlinya sudah berlalu. Dan kalau si sakit nanti di bawa kepada seorang dokter penyembuhannya sudah sukar karena penyakitnya sudah berat, sebab sudah berlangsung berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun.

Di atas tadi saya memakai beberapa istilah teknis kedokteran, yaitu :

Delusi
yang artinya adalah waham. Waham yaitu buah pikiran yang salah menurut logika, tetapi benar dan sungguh-sungguh menuru si sakit. Misalnya seseorang yang menganggap dirinya kaya raya, sedangkan untuk kehidupannya sehari-hari dia meminta-minta kian kemari. Salah satu waham yang sering terjdapat adalah waham kecurigaan (delucion of persecution atau paranoid).

Sipenderita ini menyangka bahwa dia akan dibunuh, dianiyaya dan dicelakakan mungkin oleh temannya yang akrab atau tak jarang pula oleh semua orang di sekitarnya. Adapula kalanya oleh ayahnya dan ibunya sendiri yang dia tahu dahulu mereka sangat menyayanginya. Dengan demikian si pasien selalu berada dalam keadaan tegang dan waspada. Sering mereka tidak mau makan, karena takut diracuni. Banyak lagi yang dapat dikatakan tentang waham ini. Tetapi cukup itu saja sebagai contoh.

Halusinasi adalah tangkapan dari salah satu panca indera tanpa rangsang. Misalnya si sakit melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, mendengar sesuatu yang kita tidak mendengarnya, dia membau sesuatu yang kita tidak dapat membauinya. Dengan demikian dia mendengar orang yang mengatainya yang sebenarnya tidaklah demikian halnya. Adapula yang mengatakan dia mendengar suara Tuhan, suara Nabi dan sebagainya. Yang aneh, mereka menjawab suara-suara ini, kadang-kadang tertawa-tawa sendiri. Kalau ditanyakan mengapa mereka tertawa, jawabnya bahwa mereka sedang bersenda gurau dengan tuhan. Inilah semua yang dikatakan tidak dapat menilai kenyataan. Reality Testing Abilitynya terganggu.

Ilusi adalah salah tafsiran dari tangkapan panca indera. Muka orang dilihatnya berubah-ubah. Jalan raya yang datar dilihatnya seolah-olah bergelombang-gelombang. Kadang-kadang si sakit ini melihat sesuatu yang ganjil dan menakutkan. Yang kita sendiri tidak dapat melihatnya, mungkin hanyalah barang biasa saja, seperti tongkat disangkanya ular dan lain sebagainya. Jadi betul, seolah-olah orang yang menderita penyakit jiwa ini tidak dpat memakai akal fikirannya dengan wajar. Perbuatan dan tingkah lakunya seperti anak-anak. Sebab itulah mungkin mereka ini dibebaskan dari tuntutan agama. Karena seolah-olah mereka kembali kepada kehidupan anak-anak. Istilah kedokterannya adalah: Regressi. Agama hanya untuk orang atau manusia yang berakal.

Kalau kita menyimpang sedikit dari pokok pembicaraan: Apakah manusia itu?
Manusia adalah insan yang berakal, yang kalau tidak ada alat-alatnya yang rusak, dapat memakai akalnya itu. Bagaimana tahunya kita orang itu berakal. Orang yang berakal beragama. Sebab agama hanya untuk orang yang berakal, atau belum berakal seperti anak-anak atau yang tidak dapat memakai akalnya seperti orang yang menderita penyakit jiwa (psykhosa), tidak dapat melakukan syariat agama. Juga mereka yang sudah terlalu tua atau pikun (senile Dementia). Jadi barang siapa yang tidak mengindahkan agama, sebenarnya masuk golongan ini.

Dan agama yang manakah yang benar? Di dalam Al-Qur’an dikatakan: “Yang sebenar-benar agama disisi Allah adalah Islam”. “Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam”. (QS. Ali-imran 3: 19)
Barang siapa mencari agama selain agama islam, maka tidaklah akan diterima dari padanya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Ali-imran 3: 85). Dan mereka yang mengatakan bahwa mereka bukan keturunan Adam, tetapi seketurunan dengan Darwin, tentunya tidak pula akan beragama.

Sebab mereka asalnya dari mula bukan dari manusia : yang ditemukan Darwin sebenarnya hnyalah menilai bentuk morfologik, dari manusia purbakala. Kita tidak tahu apakah dia telah menilai pula segi-segi fisiologi dan biokhemik dari manusia purba itu.

Sebab kita mengetahui sekarang ini, bahwa untuk penilaian segi-segi fisiologik dan biokhemik ini beberapa waktu yang lalu orang memakai monyet yang disangka mendekati manusia metabolismenya. Tetapi keadaan ini tidak benar. Walaupun monyet morfologik hampir menyerupai manusia, tapi metabolismenya lain sekali.

Anjing, kucing dan babi bentuknya berbeda sekali dari manusia, tetapi metabolismenya, kucing, anjing dan babi mendekati manusia. Kita mengetahui, anjing dan babi dapat makan apa yang dimakan manusia, sedangkan monyet walaupun bentuknya dikatakan menyerupai manusia, makanannya berlainan.

Saya pernah memelihara monyet. Tapi monyet ini tidak pernah mau makan goreng ayam. Ya, golongan monyet hanya makan jenis tumbuh-tumbuhan. Sebab itu monyet jarang dipakai sekarang dalam laoratorium untuk perbandingan metabolik dengan manusia. Yang dipakai sekarang untuk keperluan ini adalah kucing dan anjing.


MACAM-MACAM GANGGUAN JIWA

Schizophrenia, yaitu penyakit jiwa yang sampai sekarang ini belum dapat diuraikan sama sekali. Biasanya penyakit ini timbul lambat laun pada masa remaja. Anak yang tadinya cerdas di sekolah tiba-tiba mundur prestasinya.Dikatakan bahwa pada schizophrenia terdapat perpecahan kepribadian, yaitu terdapatnya disharmoni dari fungsi kepribadian, yaitu disharmoni dari perasaan, akal fikiran dan perbuatan.

Dia mulai menarik diri. Tidak mau lagi bergaul. Seharian dia tiduran di kamarnya. Kadang-kadang menolak makan. Dia merasa seolah-olah otaknya menjadi tumpul, tidak dapat memusatkan pikirannya. Lambat laun dia menunjukkan kelainan-kelainan yang lebih nyata. Dia mulai acuh tak acuh, tidak memperhatikan kebersihan dirinya, tidak mandi-mandi, kukunya dibiarkan panjang. Kalau dia mau mengutarakan perasaannya dia akan mengatakan bahwa dunia dirasakannya berubah. Dia merasa seolah-olah mereka yang dahulu mencintainya, seperti ibu dan ayahnya sekarang bersikap lain terhadapnya.

Keadaannya ini sering menimbulkan ketegangan antara anak dan orang tua karena orang tua tidak mengerti persoalannya. Kemudian timbullah waham, halusinasi dan ilusi. Sedangkan si anak sendiri mengatakan, bahwa dia tidak sakit. Sebab itu dia menolak untuk berobat kepada seorang dokter. Salah satu gejala yang karakteristik adalah mengakui sakit ini. Jadi yang lebih menderita sebenarnya adalah mereka yang mencintainya, yaitu ibu, ayah beserta adik dan kakaknya serta anggota keluarga lainnya.

Mengapa mereka menderita? Pertama mereka tentunya memikirkan hari depan anak atau saudaranya. Tapi lebih lagi adalah sikap orang-orang sekitarnya. Mereka merasa malu terhadap mereka ini, yang kadang-kadang seperti telah disebutkan tadi menunjukkan sikap yang negatif, sinis, mengejek dengan penuh prasangka. Seolah-seolah orang yang menderita penyakit jiwa, adalah orang yang mendapat laknat.Mereka tidak tahu bagaimana ajaran islam tentang penyakit ini, sungguh disayangkan!

Penyakit Schizophrenia tidak pandang bulu. Dimana-mana di dunia yang beradab ternyata penyakit ini terdapat. Terdapat pada segala golongan masyarakat. Sampai sekarang belum diketahui apa sebabnya. Apakah faktor keturunan memegang peranan? Soal ini belum jelas. Yang jelas adalah : bahwa untuk menderita Schizophrenia tidak diturunkan. Yang mungkin diturunkan menurut setengah ahli adalah suatu presdisposisi atau “anlage”, yaitu sesuatu “kemungkinan” untuk dapat penyakit itu.

Kemudian faktor-faktor sosial kulturil memegang peranan dalam pemunculannya. Tapi setengah ahli menolak pendapat ini. Jadi jelaslah, bahwa kita masih jauh dari penjelasan masalah penyakit schizophrenia ini. Walaupun demikian pengalaman kita menunjukkan, pengobatan yang dini dan tekun memberi hasil penyembuhan yang sangat memuaskan. Sebab itu selalu dianjurkan untuk memeriksakan selekas-lekasnya kepada ahlinya tiap ada keadaan yang diduga permulaan suatu penyakit jiwa.

Gangguan Schizophrenia banyak pula coraknya. Reaksi schizophrenia terhadap pengobatan bermacam-macam pula. Ada yang sembuh dengan sempurna dalam waktu yang singkat tetapi ada pula yang tidak dapat disembuhkan. Ada pula yang menunjukkan perbaikan dengan meninggalkan gejala-gejala sisa. Dewasa ini sudah banyak macam obat psykhofarmaka (obat penguras otak untuk mengobati gangguan jiwa) tersedia sehingga lebih memudahkan untuk mengendalikan berbagai bentuk ataugolongan schizophrenia ini.


Psykhosa afektif atau Mania Depressi. Pada Mania-Depressi ini terdapat perasaan yang euphoris, yaitu rasa gembira yang tidak ada taranya, seolah-olah dunia ini dikuasainya. Dia mempunyai perasaan optimis yang sangat berlebihan. Jalan pikirannya cepat. Dia tak mengenal lelah. Dia memandang semua persoalan enteng saja. Tapi perasaan ini nantinya dapat beralih menjadi rasa sedih yang sangat mendalam pula. Berhari-hari dia dapat duduk bermuram durja. Jalan fikirannya seolah-olah terhenti. Apa yang disedihkannya? Dia tidak dapat mengatakan tentang mengapa dia sedih, mungkin karena dia teringat akan ibunya yang sebenarnya tidak pernah dikenalnya, karena dia dibesarkan oleh neneknya dan ibunya telah meninggal bertahun-tahun yang lalu. Ya, hal yang disedihkannya itu sebenarnya tidak begitu penting artinya buat dia, tetapi dia bermuram durja sampai berhari-hari dan berbulan-bulan. Inilah kira-kira bentuk penyakit mania depressi.

Paranoid
. Disini yang sangat menonjol adalah wahamnya. Dia masih dapat kadang-kadang melakukan tugasnya sehari-hari, tetapi wahamnya ini sangat mengganggunya. Dia misalnya mempunyai waham, seolah-olah orang sekitarnya akan menganiayanya. Sebab itu dia berusaha dan bersiap-siap untuk mempertahankan dirinya. Dia mengasah senjatanya dan selalu meletakkan di dekatnya, supaya mudah mencapainya jika diperlukan.

Ketiga macam psykhosa yang disebutkan diatas tadi, yaitu schizophrenia , mania-depressi dan paranoid dianggap penyakit jiwa yang berat dan dalam ilmu kedokteran jiwa digolongkan dalam “functional psychosis” atau dinamakan juga “Psychogenik psychosis”. Istilah-istilah ini dipakai di Amerika serikat, sedangkan negara-negara Eropa lebih suka memakai istilah “Endogenic psychosis”. Kedua cara memakai istilah itu membuktikan bahwa para ahli sebenarnya belum mengetahui apa penyebab penyakit-penyakit psykhosa ini.

Biasanya kita menyebut suatu penyakit berdasarkan penyebabnya. Ada pula psykhosa ini yang disebabkan atau akibat dari salah satu penyakit fisik, misalnya malaria tropika, typhus abdominalis, malahan adakalanya pula sakit influensa biasa dapat memberi gejala-gejala psykhosa. Dahulu penerita-penderita psykhosa disimpan dalam rumah-rumah sakit dalam kamar-kamar yang gelap dan diperlakukan tidak wajar.Mereka yang menderita ini dianggap hewan yang tidak layak dibiarkan hidup. Rumah sakit itu dahulu dinamakan Asylum tetapi dengan berkembangnya ilmu kedokteran, sikap orang juga berubah terhadap masalah ini. Sekarang pasien psykhosa ini dianggap orang yang sakit dan perlu mendapat perhatian selayaknya.


Di dalam mengobati penyakit ini sampai sekarang hasilnya bermacam-macam. Adakalanya pasien dapat sembuh sama sekali. Tap sering pula, sudah dicoba dengan segala macam obat yang dapat diperoleh dan dengan cara-cara pengobatan yang mutakhir, hasilnya tidak ada sama sekali atau amat kecil sekali.
Sebab itu kami sebagai dokter selalu berpegang teguh pada suatu pendapat: “Medicus curat Allah sanat”, artinya dokter mengobati sedang yang menyembuhkan adalah Allah!.

Dimentia. Penyakit jiwa ini disebabkan karena terdapat biasanya kelainan dalam jaringan otak,disebabkan oleh apa yang disebut “degenerasi”. Degenerasi berarti kemunduran. Kemunduran oleh karena tua. Jadi menciut seperti halnya juga dengan kulit yang menjadi keriput karena tua. Degenerasi mungkin pula disebabkan hal-hal lain, misalnya karena kerusakan oleh minum alkohol (tuak), kerusakan karena radang dan sebagainya. Salah satu kerusakan karena radang misalnya karena menderita penyakit kotor (VD = Veneral Disease) yaitu oleh Syphilis. Kita mengetahui bahwa syphilis terutama hanya dapat ditularkan melalui persetubuhan. Kuman penyebabnya adalah Treponema pallida.

Salah satu bentuk dementia yang sering pula kita temui adalah dementia Senilis yaitu apa yang kita namakan sehari-hari dengan sebutan pikun. Tidak semua orang yang mencapai umur tua menjadi pikun. Biasanya orang yang pikun tidak dapat mengenal waktu, lupa hal-hal yang baru terjadi, lupa nama orang-orang yang dekat dengan dia. Kadang-kadang orang seperti ini ingin berkunjung kepada orang yang sudah lama meninggal tapi menurut dia masih hidup.

Lain keadaannya dengan mereka yang menjadi dement karena VD tadi. Penyakitnya namanya Dementia Paralytica. Mereka ini biasanya kehilangan rasa susila. Dia bertelanjang bulat dirumah, atau hanya memakai baju, tapi tidak memakai celana. Dia buang air dimana-mana. Mereka yang menderita Dementia Senilis tidak kehilangan rasa susila.

Dementia mungkin pula disebabkan karena menciutnya pembuluh-pembuluh darah, biasanya pada mereka yang dahulu menderita darah tinggi. Selain itu dementia dapat pula timbul karena radang otak atau radang selaput otak dan karena rudapaksa atau trauma pada kepala.Pengobatan dementia untuk memulihkan fungsi otak sebenarnya tidak ada, kelainan-kelainan yang timbul pada jaringan otak itu sukar atau tidak mungkin dipulihkan kembali.

Tadi sudah dikatakan, bahwa penderita psykhosa adalah orang yang disayang tuhan. Ini memerlukan sedikit penguraian. Penderita dementia paralytika stadium lanjut dari syphilis tentunya tidak dapat digolongkan ke dalam golongan “kesayangan” Tuhan tadi. Malahan ini adalah tanda mendapat laknat dari Allah, sebab penyebabnya adalah perzinaan.

Kita membicarakan beberapa bentuk psykhosa. Banyak lagi bentuk psykhosa yang lain. Tapi saya kira cukup itu saja yang dibicarakan. Sekarang kita pindah kepada beberapa kelainan jiwa lainnya yang tidak digolongkan dalam psykhosa.

Psykhoneurosa, Dalam golongan ini termasuk beberapa macam penyakit misalnya kecemasan (Anxiety Neurosis). Selalu terdapat rasa cemas dan khawatir yang tidak disadari sebab-sebabnya. Hal ini tentu saja menghambat kelancaran kehidupan sehari-hari. Hysteria (hysteria neurosis) adalah macam lainnya. Pada keadaan ini kita menemukan bermacam-macam gejala misalnya : lupa, buta untuk suatu keadaan, kejang-kejang, lumpuh dan sebagainya.

Fobia adalah bentuk lain pula, si pasien merasa takut kepada debu, takut melintasi lapangan, takut naik salah satu kendaraan.

Obsessi-kumpulsi, yaitu di mana pasien tidak dapat meghindarkan suatu buah pikiran. Misalnya si pasien tiap melihat kancing di jalanan dia merasa harus, terpaksa memungutnya sehingga terkumpul di rumahnya seember banyaknya. Penyakit lain nya lagi adalah depressi. Yaitu si passien bermuram durja berbulan-bulan karena kucingnya tergilas, atau seorang temannya meninggal yang diduga karena kesalahannya, tapi sebenarnya bukanlah demikian halnya.

Suatu keadaan lain lagi dinamakan neurasthenia, yaitu si pasien selalu merasa lesu tidak sanggup bekerja dan tak berdaya. Keadaan neurotik pada anak-anak misalnya adalah bisu pada suatu keadaan, gegap (shuttering). Tarik tarikan otot muka (tics), tak ada nafsu makan dalam waktu lama (anorexia), muntah-muntah pada suatu situasi, ngompol dan lain-lainnya.

Psykhosomatik. (Psychosomatic disorders), atau nama yang lebih banyak dipakai dalam ilmu kedokteran ; Psychophysiological Autonomic and Visceral Disorders, Physical disorder of presumably psychogenic origin. Pada keadaan ini kita menemukan keluhan-keluhan dan kelainan-kelainan pada alat-alat tubuh, misalnya jantung, alat pernafasan dan lainnya, dalam lambung, usus alat kelamin dan lain-lainnya (viscera). Kelainan itu disebabkan oleh faktor-faktor emosional melalui saraf-saraf autonom. Kelainan-kelainan ini lambat laun dapat menimbulkan perubahan-perubahan struktur anatomik, yang tidak dapat pulih kembali.

Akhir-akhir ini saya dikunjungi oleh beberapa pasien yang stress akibat tidak terpilih sebagai anggota dewan,diantara mereka ada yang sudah jatuh ketarap yang lebih lanjut. Dengan therapy modern dan pendekatan keagamaan akhirnya mental sipasien berangsur-angsur pulih kembali.Pada prinsipnya mereka sudah kehilangan sebagian bahkan hampir seluruh harta untuk kegiatan kampanye agar mereka terpilih menjadi anggota Dewan, namun apa daya…

Dari anamnesis (tanya jawab pasien-dokter) ternyata fondasi Iman,Islam dan Ihsan mereka belum sempurna. Selama kita memegang teguh keyakinan Tauhid, maka selama itu pula segala badai dan goncangan hidup tidak akan pernah bisa menggoyangkan hati kita. Kita seyogyanya jangan bersedih terhadap kehilangan, karena toh segala hal bukan milik kita. Kita hanya dititipi oleh Yang Maha Kaya. Segala sesuatu akan kembali padaNya.

Kita harus sadar dari awal, tidak penting menang atau kalah, yang terpenting adalah melakukan yang terbaik untuk menegakkan kebenaran. Saat kita lelah, tersenyumlah dengan tulus, karena senyum akan menjadikan hari yang berat menjadi ringan dan hati yang keras menjadi lembut…..Keep smiling !

0 komentar:

Posting Komentar