Sabtu, 23 Januari 2010

GERAKAN DOKTER UNTUK BANGSA

Blog ini dipublikasikan sebagai wujud Gerakan Dokter untuk bangsa. Bangsa yang sedang terserang penyakit krisis multidimensi kronis. Mudah-mudahan blog ini dapat menjadi therapi terhadap serangan penyakit kronis tersebut serta dapat meningkatkan derajat kesehatan Bangsa, sehingga Bangsa kita dapat sembuh dari penyakitnya, dan mengejar ketertinggalannya dari bangsa lain, sehingga menjadi bangsa yang kuat, adidaya, serta bermartabat dan dihormati oleh Bangsa lain.




Indikator objektif yang mencerminkan sehat-sakitnya satu Bangsa dapat dilihat dari beberapa indeks global, antara lain: Human Development Index (HDI), Human Poverty Index (HPI), Index of Economic Freedom (IEF). HDI menggambarkan 3 variabel utama kehormatan satu bangsa, yaitu: kesehatan, pendidikan dan pertumbuhan ekonomi. Saat ini, nilai HDI bangsa kita, di tingkat ASEAN-pun masih tertinggal dengan Vietnam.

HPI mencerminkan ketidak adilan dalam distribusi kekayaan dan kesejahteraan ekonomi. Sebuah ketidak adilan ekonomi akan berbuah pada kemiskinan. Kemiskinan akan melemahkan akses rakyat untuk memperoleh derajat kesehatan yang baik. IEF menggambarkan campur tangan bangsa lain dalam pengaturan ekonomi bangsa. Campur tangan yang berbuah pada semakin lunturnya kehormatan bangsa dan dapat melemahkan kondisi kesehatan khususnya status kesehatan mental dan sosial.

Sehat bukan hanya tidak sakit. Menurut
World Health Organization: “..Health is a state of complete physical, mental and social well-being, and not merely an absence of disease or infirmity...” Pengertian sehat fisik, umumnya sudah diketahui dengan jelas. Nilai HDI Indonesia menggambarkan bahwa secara fisik bangsa ini masih sakit-sakitan. Padahal dari definisi sehat, jelas sekali bahwa sehat juga meliputi kondisi fisik-mental-sosial. Lalu, bagaimana dengan status kesehatan mental dan sosial bangsa Indonesia?

Masalah sehat mental dan sosial mempengaruhi dan membentuk lingkaran setan terhadap kondisi objektif HPI dan IEF. Bangsa yang sakit secara mental dicirikan dari: tidak merasa puas dengan keadaan dirinya; tidak patuh pada berbagai aturan; tidak memiliki kendali diri
yang baik
. Bangsa yang sakit secara sosial dicirikan dari: tidak mampu membina hubungan keakraban dengan sesama; tidak memiliki tanggung jawab menurut kapasitas yang dimilikinya; tidak dapat hidup rukun dengan sesama; dan tidak mampu menunjukkan perilaku sosial yang penuh perhitungan. Dengan merujuk pada ciri-ciri tersebut, nyata sekali bahwa saat ini bangsa Indonesia sedang sakit dalam arti yang sesungguhnya, yaitu sakit fisik-mental-sosial.

Setujukah kita bahwa bangsa Indonesia sedang sakit?
Tentu saja akan ada pro/kontra berkepanjangan terhadap pandangan ini, namun apapun hasilnya tidak dapat dipungkiri besarnya kontribusi kesehatan bangsa pada kelangsungan Pembangunan Nasional dan Ketahanan Nasional. Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis satu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar, secara langsung maupun tidak langsung yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.

Ketahanan Nasional merupakan integrasi dari kondisi tiap aspek kehidupan bangsa dan negara. Ketahanan Nasional merupakan kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara. Berhasilnya Pembagunan Nasional akan meningkatkan Ketahanan Nasional. Ketahanan Nasional yang tangguh akan lebih mendorong Pembangunan Nasional. Bangsa yang sakit akan menurun kemampuannya dalam Pembangunan Nasional dan memiliki Ketahanan Nasional yang lemah.

Kesehatan belum sepenuhnya dipandang sebagai unsur utama Ketahanan Nasional, sehingga anak bangsa sebagai generasi penerus belum secara optimal dilihat sebagai subjek pembangunan kesehatan. Kecukupan gizi, pemeliharaan kesehatan, pendidikan, dan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya sumber daya manusia masa depan yang handal dan aset bangsa untuk menopang Ketahanan Nasional harus lebih mendapatkan perhatian.

Cara pandang dan kepemimpinan yang memahami kesehatan sebagai
pengobatan saja (paradigma sakit) dan tanggung jawab sektor kesehatan saja, bukan tanggung jawab semua sektor, tidak menempatkan kesehatan sebagai mainstream pembangunan nasional. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan berbagai sektor belum fokus membangun bangsa yang sehat.

Pengaruh globalisasi, liberalisasi perdagangan, dan pelayanan melalui berbagai kesepakatan internasional, akan mempengaruhi kelancaran dan kemandirian penyelenggaraan upaya kesehatan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap ketahanan nasional di masa mendatang.

Pada hakikatnya profesi dokter adalah profesi yang mulia. Hal ini tercermin dari sumpah Hipocrates, nilai-nilai dokter (kemanusiaan, etika dan kompeten) dan tujuan utamanya memelihara (caring) masyarakat yang sehat agar tetap sehat dan menyembuhkan mereka yang sakit. Namun berbagai kondisi saat ini telah mempengaruhi integritas dan solidaritas sosial profesi dokter. Profesi yang mulia ini terkesan mulai luntur citranya di mata masyarakat. Keadaan ini secara tidak langsung akan memberi pengaruh pada pembangunan kesehatan yang akan berimbas sumbangannya pada ketahanan nasiona.

Kondisi bangsa yang belum sehat secara sempurna, yaitu trend sakit fisikmental-
sosial yang masih mengkhawatirkan, khususnya sakit secara mental dan sosial, apabila dibiarkan maka tidak lama lagi kita akan menyaksikan kengerian di depan mata. Sakit mental dan sosial akan menggeser budaya bangsa yang selama ini terkenal dengan sifat-sifat kebaikannya. Sifat gotong royong, toleransi tinggi, dan lain sebagainya, hanya akan menjadi sejarah.

Para dokter harus berkontribusi untuk mencegah terjadinya hal ini. Dokter harus merevitalisasi peran komprehensif pengabdiannya. Kontribusi pengabdian dokter untuk penyehatan fisik harus dilakukan secara terintegrasi dengan proses penyehatan mental dan sosial bangsa.

Saat ini, apabila dokter diharapkan dapat melakukan intervensi menyeluruh terhadap permasalahan kesehatan bangsa (fisik-mental-sosial), mungkin akan muncul skeptisisme di tengah masyarakat. Sikap skeptis ini wajar karena selama ini peran dokter lebih terlihat pada upaya penyehatan fisik. Proses reduksi peran yang tidak disadari dan telah berlangsung sekian lama, ternyata telah membuat fungsi dokter hanya menjadi agent of treatment.

Para dokter telah terjebak pada rutinitas profesionalisme yang sempit. Banyak
dokter yang akhirnya lebih concern bahwa ilmu kedokteran hanyalah mempelajari segala sesuatu tentang penyakit. Akibatnya kewajiban untuk menyehatkan rakyat hanya sekadar menganjurkan minum vitamin, mineral, tonik, dll, serta mengobati pasien yang sakit. Dokter lupa bahwa selain melakukan intervensi fisik, juga harus berperan dalam intervensi mental dan sosial di tengah masyarakat. Dokter dalam kiprahnya seyogianya menerapkan trias peran dokter: sebagai agent of treatment, agent of change dan agent of development. WHO baru tahun 1994 mengidentifikasi kiprah ini dan menyebutnya sebagai “ The Five Star Doctors” yaitu: Community leader, Communicator, Manager, Decision maker dan Care provider.

Pada dasarnya dokter adalah seorang cendikiawan yang dalam menjalankan profesinya langsung berhadapan atau berada di tengah masyarakat dibekali nilai profesi yang menjadi kompas dalam segala tindakannya. Nilai profesi itu antara lain adalah kemanusiaan (humanism), etika (ethics) dan kompetensi (competence). Dimanapun dokter ditempatkan seyogianya ia menjalankan trias peran dokter: agent of treatment, agent of change, dan agent of development. Itulah yang dilakukan oleh dr. Wahidin dan para sejawatnya seabad yang lalu jauh sebelum adanya rekomendasi WHO.

Karena itu peran dokter saat ini harus dikembalikan kepada trias peran dokter
yang dicontohkan oleh dr. Wahidin Sudirohusodo. Dokter tidak hanya menjadi agent of physical treatment, tapi juga harus menularkan nilai profesi dan kecendakiawannya sehingga membuatnya menjadikan agent of mental- social change dan agent of development dalam pembangunan bangsa. Diperlukan implementasi sistem kesehatan nasional baru yang memungkinkan trias peran dokter tersebut dapat berjalan. Artinya dibutuhkan proses rekonstruksi pembangunan nasional yang menjadikan sistem kesehatan nasional sebagai salah satu pilar utamanya.

Blog Dokter Sahabat Kita diharapkan dapat menghimpun dan
mengerahkan segenap potensi dokter untuk memberikan pencerahan dan pendidikan kesehatan dalam rangka untuk menyehatkan bangsa.

Blog ini merupakan wujud kepedulian profesi dokter (Professional
Social Responsibility) untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat dan bermartabat sebagaimana dicita-citakan oleh para ”founding father” kedokteran di Indonesia.

Mudah-mudahan teman-teman sejawat dapat berpartisipasi untuk menyumbangkan buah fikirannya didalam blog ini dalam rangka untuk menyehatkan bangsa,sehingga dapat terlepas dari keterpurukannya.Amin.

0 komentar:

Posting Komentar