Jumat, 29 Januari 2010

PHBS di Institusi Kesehatan

Gambaran Umum institusi Kesehatan
Institusi Kesehatan adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta, atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat seperti rumah sakit, Puskesmas dan klinik swasta.

Lalu lalang berkumpulnya orang sakit dan sehat di institusi kesehatan dapat menjadi sumber penularan penyakit bagi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung.

Terjadinya infeksi oleh bakteri atau virus yang ada di institusi kesehatan, penularan penyakit dari penderita yang dirawat di institusi kesehatan kepada penderita lain atau petugas di institusi kesehatan ini disebut dengan Infeksi Nosokomial.

Infeksi Nosokomial dapat terjadi karena kurangnya kebersihan institusi kesehatan atau kurang higienis, tenaga kesehatan yang melakukan prosedur medis tertentu kurang terampil. Penularan penyakit juga dapat terjadi karena tidak memadainya fasitftas institusi kesehatan seperti ketersediaan air bersih, jamban, pengelolaan sampah dan limbah .

Juga perilaku dari pasien, petugas kesehatan dan pengunjung seperti membuang sampah dan meludah sembarangan.
Dengan tidak diterapkannya Perilaku
Hidup Bersih dari Sehat (PHBS) di institusi
Kesehatan dapat membuat orang sakit
bertambah sakit dan yang sehat
menjadi sakit.
Berdasarkan data tahun 2004 dan.
Departemen Kesehatan, ternyata infeksi
Nosokomial merupakan salah satu
penyumbang penyakit tertinggi.

Persentase tingkat risiko terjangkitnya Infeksi Nosokomial pada Rumah Sakit Umum mencapai 93,4% sedangkan Rumah Sakit Khusus hanya 6,6%. Antara 1,6-80,8 % merupakan Infeksi Nosokomial pada penyakit saluran pencernaan.

Data survei PHBS di Institusi Kesehatan per provinsi tahun 2004 (Profil Promosi Kesehatan) menunjukkan masih di bawah 50 % dari institusi kesehatan di provinsi yang sudah baik pelaksanaan PHBS-nya.

Padahal institusi kesehatan seharusnya dapat menjadi contoh penerapan PHBS bagi masyarakat pengunjung dan institusi non kesehatan.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia 2005 terdapat peningkatan jumlah institusi kesehatan dari tahun-tahun sebelumnya.

Dapat dilihat pada tabel berikut:
Peningkatan jumlah institusi kesehatan tersebut diharapkan pula akan meningkatkan penerapan PHBS di Institusi kesehatan.

Perlunya pembinaan PHBS di Institusi Kesehatan
Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Institusi Kesehatan sangat diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mencegah penularan penyakit dan mewujudkan Institusi Kesehatan Sehat.

Oleh karena itu, sudah seharusnya semua pihak ikut rnemelihara, menjaga dan mendukung terwujudnya Institusi kesehatan Sehat.
PHBS di Institusi Kesehatan

PHBS di Institusi Kesehatan adalah upaya untuk memberdayakan pasien, masyarakat pengunjung dan petugas agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan berperan aktif dalam mewujudkan Institusi Kesehatan Sehat.

Tujuan PHBS di institusi Kesehatan
•    Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di institusi kesehatan.
•    Mencegah terjadinya penularan penyakit di insti¬tusi kesehatan.
•    Menciptakan Institusi kesehatan yang sehat.

Sasaran PHBS di Institusi Kesehatan
•    Pasien.
•    Keluarga Pasien.
•    Pengunjung.
•    Petugas Kesehatan di institusi kesehatan.
•    Karyawan di institusi kesehatan.

Manfaat PHBS
di Institusi Kesehatan

Bagi Pasien/Keluarga Pasien/Pengunjung :
•    Memperoleh   pelayanan   kesehatan   di   institusi
•    kesehatan yang sehat.
•    Terhindar dari penularan penyakit.
•    Mempercepat proses penyembuhan penyakit dan
•    peningkatan kesehatan pasien.

Bagi Institusi Kesehatan :
•    Mencegah terjadinya penularan penyakit di institusi kesehatan.
•    Meningkatkan citra institusi kesehatan yang baik sebagai tempat untuk memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat.

Bagi Pemerintah Daerah :
•    peningkatan persentase Institusi Kesehatan Sehat menunjukkan kinerja dan citra Pemerintah Kabupaten/Kota yang baik.
•    Kabupaten/Kota dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan PHBS di Institusi Kesehatan.
Indikator PHBS di Institusi Kesehatan
Semua PHBS diharapkan dilakukan di Institusi Kesehatan. Namun demikian, institusi kesehatan teiah masuk kategori Institusi Kesehatan Sehat, bila pasien, masyarakat pengunjungdan petugasdi institusi kesehatan ;
1.    Menggunakan air bersih,
2.    Menggunakan jamban.
3.    Membuang sampan patla tempatnya,
4.    Tidak merokok di institusi kesehatan.
5.    Tidak meludah sembarangan.
6.    Memberantas Jentik nyamuk.

Dukungan untuk PHBS di Institusi Kesehatan
PHBS di Institusi Kesehatan dapat terwu-jud apabila ada keinginan dan kemampuan dari para pengambil keputusan di lingkungan pemerintah daerah, institusi kesehatan dan lintas sektor terkait

Langkah-langkah Pembinaan PHBS di Institusi Kesehatan1.    Anatisis Situasi
Penentu kebijakan/pimpinan di institusi kesehatan melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan tentang PHBS di Institusi Kesehatan serta bagaimana sikap dan perilaku petugas kesehatan, pasien, keluarga pasien dan pengunjung terhadap kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.

2.    Pembentukan Keiompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan.
Pihak Pimpinan Institusi Kesehatan mengajak bicara/berdialog petugas dan karyawan di Institusi Kesehatan tentang :
•    Maksud, tujuan dan manfaat penerapan PHBS di Institusi Kesehatan.
•    Rencana kebijakan tentang penerapan PHBS di Institusi Kesehatan.
•    Penerapan PHBS di Institusi Kesehatan, antisi-pasi   kendala   dan   sekaligus  alternatif  solusi.
•    Penetapan penanggung jawab PHBS di Institusi Kesehatan   dan   mekanisme   pengawasannya.
•    Cara sosialisasi yang efektif bagi petugas, kar¬yawan, pasien, keluarga pasien dan pengunjung.
•    Kemudian Pimpinan Institusi Kesehatan mem-bentuk Keiompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di Institusi  Kesehatan.

3.    Pembuatan Kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan
Kelompok Kerja membuat kebijakan yang jelas, tujuan dan cara melaksanakannya.

4.    Penyiapan Infrastruktur
•    Membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas PHBS di Institusi Kesehatan.
•    Instrumen Pengawasan
•    Materi sosialisasi penerapan PHBS di Institusi Kesehatan.
•    Pembuatan dan penempatan pesan-pesan PHBS di tempat-tempat yang strategis di institusi kesehatan.
•    Mekanisme dan saluran pesan PHBS di Institusi Kesehatan.
•    Pelatihan bagi pengelola PHBS di Institusi Kesehatan.

5.    Sosialisasi Penerapan PHBS di Institusi Kesehatan
•    Sosialisasi penerapan PHBS di Institusi Kesehatan di lingkungan internal.
•    Sosialisasi tugas dan.penanggung jawab PHBS di Institusi Kesehatan.

6.    Penerapan PHBS
Di Institusi Kesehatan
•    Penyampaian pesan PHBS di Institusi Kesehatan kepada pasien dan pengunjung seperti melalui penyuluhan, penyebarluasan informasi melalui media poster, stiker, papan pengumuman, kunjungan rumah dsb.
•    Penyediaan sarana dan prasarana PHBS di Institusi Kesehatan seperti air bersih, jamban sehat, tempat sampah, tempat cuci tangan dsb.
•    Pelaksanaan pengawasan PHBS di Institusi Kesehatan.

7.    Pengawasan dan Penerapan sanksi
Pengawas PHBS di Institusi Kesehatan mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai dengan Peraturan Daerah setempat seperti larangan merokok di sarana kesehatan dan membuang sampah sembarangan.

8.    Pemantauan dan Evaluasi
•    Lakukan pemantauan dan evaluasi secara  periodik tentang kebijakan  yang dilaksanakan.
•    Minta pendapat Pokja PHBS di Institusi Kesehatan dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.
•    Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan.

PHBS di Tempat Umum

Penularan penyakit dapat terjadi di tempat-tempat umum karena kurang tersedianya air bersih dan jamban, kurang baiknya pengelolaan sampah dan air limbah, kepadatan vector berupa lalat dan nyamuk, kurangnya ventilasi dan pencahayaan, kebisingan dan lain-lain. Tempat-tempat umum yang tidak sehat dapat menimbulkan berbagai penyakit, yang selanjutnya dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia.

Penyakit yang banyak terjadi di tempat-tempat umum antara lain Diare, Demam Berdarah, keputihan, Infeksi Saluran Pernafasan Akut serta penyakit-penyakit lain akibat terpapar asap rokok, seperti : penyakit Paru-paru, Jantung dan Kanker.

Sekitar 55% sumber penularan penyakit Demam Berdarah terjasi di tempat-tempat umum, oleh karena itu tempat-tempat umum perlu menjadi perhatian utama dalam pemberantasan penyakit.

Terjadinya penyakit-penyakit tersebut disebabkan lingkungan yang buruk dan perilaku yang tidak sehat seperti tidak menggunakan air bersih, membuangg sampah sembarangan, membiarkan air tergenang, dan kebiasaan merokok di tempat umum.
Menurut WHO, setiap tahunnya sekitar 2,2 juta orang di negara-negara berkembang terutama anak-anak meninggal dunia akibat berbagai penyakit yang disebabkan oleh kurangya air minum yang aman, sanitasi dan hygiene yang buruk.
Setiap itu, terdapat bukti bahwa pelayanan sanitasi yang memadai, persediaan air yang aman, system pembuangan sampah serta pendidikan hygiene dapat menekan tingkat kematian akibat Diare sampai 65%, serta penyakit-penyakit lainnya sebanyak 26%.

Perlunya pembinaan PHBS di Tempat-tempat Umum
Kondisi lingkungan yang buruk dan perilaku yang tidak sehat di tempat-tempat umum dapat menimbulkan berbagai penyakit. Untuk mencegah resiko terjadinya berbagai penyakitdan melindungi diri dari ancaman penyakit setiap individu, kelompok dan masyarakat tempat-tempat umum, diharapkan dapat melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Penerapan PHBS di tempat-tempat umum, merupakan salah satu upaya strategis terciptanya tempat-tempat umum sehat. Melalui upaya ini, diharapkan masyarakat yang berada di tempat-tempat umum seperti pengunjung, pedagang, pengelola, awak angkutan, jamaah akan terhindar dari penyakit.

PHBS di tempat-tempat umum dapat diwujudkan melalui tersedianya sumber air bersih, jamban, tempat pembuangan sampah, adanya larangan untuk tidak merokok, serta anjuran untuk menutup makanan dan minuman yang terhidang (untuk penjaga makanan).

PHBS di Tempat-tempat Umum
PHBS di tempat-tempat umum adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat pengunjung dan pengelola tempat-tempat umum agar tahu, mau dan mapu untuk mempraktikan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan tempat-tempat umum
Sehat.

Adapun yang dimaksud dengan tempat-tempat umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat seperti sarana pariwisata, transportasi, sarana ibadah, sarana perdagangan dan olah raga, rekreasi dan sarana social lainnya.
Tujuan :
  • Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masyarakat di tempat-tempat umum.
  • Meningkatnya tempat-tempat umum sehat, khususnya tempat perbelanjaan, rumah makan, tempat ibadah dan angkatan-angkatan
Sasaran PHBS di Tempat-tempat Umum
-    masyarakat pengunjung/pembeli
-    pedagang
-    petugas kebersihan, keamanan pasar
-    konsumen
-    pengelola (pramusaji)
-    jamaah
-    pemelihara/pengelola tempat ibadah
-    remaja tempat ibadah
-    penumpang
-    awak angkutan umum
-    pengelola angkutan umum
Manfaat PHBS di Tempat-tempat Umum
Bagi Masyarakat:
-    Masyarakat menjadi lebih sehat dan tidak mudah sakit
-    Masyarakat mampu mengupayakan lingungan sehat, serta mampu mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi

Bagi Tempat Umum:
-    Lingkungan di sekitar tempat-tempat umum menjadi lebi bersih, indah dan sehat, sehingga meningkatkan citra tempat umum.
-    Meningkatkan pendapatkan bagi tempat-tempat umum sebagai akibat dari meningkatnya kunjungan pengguna tempat-tempat umum.

Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota :
-    peningkatan persentase tempat umum sehat menunjukkan kinerja dan citra pemerintah kabupaten/kota yang baik.
-    Kabupaten/Kota dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan PHBS di tempat-tempat umum.



Langkah-langkah  pembinaan PHBS di tempa-tempat umum
1.    Analisis Sistem
Penentu kebijakan/pimpinan di tempat-tempat umum melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan tentang PHBS di tempat-tempat umum serta bagamana sikap dan perilaku khalayak sasaran (pengelola, karyawan dan pengunjung) terhadap kebijakan PHBS di tempat-tempat umum. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.

2.    Pembentukan Kelompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di Tempat-tempat UmumPihak pimpinan/penanggung jawab tempat-tempat umum mengajakn bicara/berdialog pengelola dan karyawan di tempat-tempat umum tentang:
o    Maksud, tujuan dan manfaat penerapan PHBS di tempat-tempat umum.
o    Membahas rencana kebijakan tentang penerapan PHBS di tempat-tempat umum
o    Meminta masukan tentang penerapan PHBS di tempat-tempat umum, antisipasi kendala dan sekaligus alternative solusi.
o    Menetapkan penanggung jawab PHBS di tempat-tempat umum dan mekanisme pengawasannya.
o    Membahas cara sosialisasi yang efektif bagi pengelola, karyawan dan pengunjung
o    Kemudian pimpinan/penanggung jawab di tempat-tempat umum membentuk Kelompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di tempat-tempat umum.
3.    Pembuatan Kebijakan PHBS di Tempat-tempat Umum
Kelompok Kerja membuat kebijakan yang jelas, tujuan dan cara melaksanakanya.

4.    Penyiapan Infrastruktur
o    membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas PHBS di tempat-tempat umum.
o    Instrumen pengawasan
o    Materi sosialisasi penerapan PHBS di tempat-tempat umum
o    Pembuatan dan penempatan pesan-pesan PHBS di tempat-tempat umum yang strategis
o    Mekanisme dan saluran pesan PHBS di tempat-tempat umum.
o    Pelatihan bagi pengelola PHBS di tempat-tempat umum.

5.    Sosialisasi Penerapan PHBS di Tempat-tempat Umum
o    Sosialisasi penerapan PHBS di tempat-tempat umum di lingkungan internal
o    Sosialisasi tugas dan penanggung jawab PHBS di tempat-tempat umum

6.    Penerapan PHBS di Tempat-tempat Umum
o    Penyampaian pesan PHBS di tempat-tempat umum kepada pengunjung seperti melalui penyuluhan, enyebarluasan informasi melalui media poster, striker, papan pengumuman, billboard, spanduk, dsb.
o    Penyediaan saran dan prasarana PHBS di tempat-tempat umum seperti air bersih, jamban sehat, tempat sampah, tempat cuci tangan, dsb.
o    Pelaksanaan pengawasan PHBS di tempat-tempat umum

7.    Pengawasan dan Penerapan Sanksi
Pengawasa penerapan PHBS di tempat-tempat umum mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai dengan Peraturan Daerah setempat seperti merokok di tempat-tempat umum, membuang sampah sembarangan.

8.    Pemantauan dan Evaluasi
o    Lakukan pemantauan dan evaluasi secara periodic tentang kebijakan yang telah dilaksanakan.
o    Minta pendapat Pokja PHBS di tempat-tempat umum dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.
o    Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan.

PHBS di Tempat Kerja


Di antara populasi usia produktif (15-55 tahun), 89,7% diantaranya merupakan pekerja aktif atau pada saat ini memiliki pekerjaan tertentu.

Di antara orang yang bekerja, 44% bekerja di sektor pertanian, 19,9% bekerja di sektor perdagangan, 12,3% bekerja di sektor industri, 5,8% bekerja di sektor transportasi dan sisanya bekerja di sektor innya, sedangkan sektor yang memiliki proporsi paling sedikit tenaga kerja adalah sektor listrik, air dan gas (0,2%) diikuti oleh sektor pertambangan (0,9%).
Banyaknya industri kecil dan jenis usaha sektor informal serta jumlah tenaga kerja yang terserap, memerlukan perhatian serta penanganan kesehatan dan keselamatan kerja yang baik sehingga terhindar dari gangguan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja.
Lingkungan Kerja
Menurut profil Masalah Kesehatan Pekerja di Indonesia tahun 2005, lingkungan kerja menurut sektor informal dan formal hasil studi di 12 kabupaten kota
Dari tabel di atas ternyata persentase tempat kerja yang tergolong bersih di sektor formal lebih besar dibandingkan dengan sektor informal yaitu 48,1% berbanding 28,4%.
Dari tabel di atas ternyata kebersihan kamar mandi tergolong bersih di sektor formal lebih besar dibandingkan dengan sektor informal yaitu 48,4% berbanding 42,7%. Namun untuk kondisi kamar mandi yang sangat bersih justru lebih banyak dari sektor informal yaitu 9,1% berbanding 7,8%.
Masalah Kesehatan dan Perilaku Pekerja
Perkiraan dari International Labour Organization (ILO), masalah kesehatan pekerja yang mencakup angka kesakitan dan kematian akibat hubungan kerja secara umum adalah :
  • 1,1 juta orang meninggal setiap tahun karena penyi kit atau kecelakaan akibat hubungan kerja.
  • 300.000 orang meninggal dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan kerja (WHO, 1994).
Sementara angka kecelakaan di Indonesia mengacu pada data Jamsostek pada tahun 2002 tercatat 433 kasus kecelakaan kerja setiap hari, dan dari jumlah itu 8 orang meninggal, 43 cacat dan 2 cacat tetap (Kompas, 1 Mei 2003).

Dari data yang ada menyatakan bahwa keluhan pekerja berhubungan dengan pekerjaannya antar pekerja sektor formal dan informal ternyata pekerja sektor informal lebih banyak keluhannya. Dari data juga diperoleh bahwa sudah ada riwayat terdahulu. Gambaran penyakit klinis pada kelompok pekerja formal dan informal berdasarkan hasil penelitian tahun 2005 adalah sebagai berikut :
Gambaran Penyakit Pada Pekerja

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada masyarakat pekerja di Indonesia masih amat jarang dilihat dari tabel di bawah ini :
APD yang paling banyak digunakan adalah sarung tangan (19,8%) diikuti oleh baju kerja (19,2%), helm dan masker (16,3%). Sedangkan untuk APD lainnya proporsi penggunaannya berkisar antara 0,7% hingga 13,9% Pekerja sektor formal terkesan memiliki proporsi lebih tinggi dalam menggunakan APD untuk setiap jenis APD, kecuali untuk penggunaan alat penutup kepala dimana proporsi pekerja sektor informal lebih tinggi dibanding-kan formal.

Perlunya Pembinaan Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat di Tempat Kerja
Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat merupakan hal yang diinginkan dan menjadi hak asasi setiap pekerja, karena itu menjadi kewajiban semua pihak untuk ikut memelihara, menjaga dan memper-tahankan kesehatan pekerja agar tetap sehat dan produktif dengan melaksanakan pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tempat Kerja.

Beberapa faktor penyebab yang mempengaruhi kesehatan akan dapat dikontrol bila setiap pekerja selalu berperilaku hidup bersih dan sehat dan bekerja di lingkungan yang sehat.

PHBS di Tempat Kerja adalah
upaya untuk member-dayakan para pekerja agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan Tempat Kerja Sehat.

Tujuan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat di Tempat Kerja

•    Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja.
•    Meningkatkan produktivitas kerja.
•    Menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
•    Menurunkan angka absensi tenaga kerja.
•    Menurunkan   angka   penyakit   akibat   kerja   dan lingkungan kerja.
•    Memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan kerja dan masyarakat.
Indikator PHBS di tempat kerja

Semua PHBS diharapkan dilakukan di tempat kerja. Namun demikian, tempat kerja telah masuk kategori Tempat Kerja Sehat, bila masyarakat pekerja di tempat kerja :
1.    Tidak merokok di tempat kerja
2.    Membeli dan mengkonsumsi makanan dari tempat kerja.
3.    Melakukan olahraga secara teratur/aktivitas fisik
4.    Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar dan buang air kecil
5.    Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja.
6.    Menggunakan air bersih.
7.    Menggunakan jamban saat buang air kecil dan besar.
8.    Membuang sampah pada tempatnya. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai jenis pekerjaan.

Manfaat PHIS di Tempat Kerja Bagi Pekerja:
  • Setiap pekerja meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit.
  • Produktivitas pekerja meningkat yang berdampak pada peningkatan penghasilan pekerja dan ekonomi keluarga.
  • Pengeluaran biaya rumah tangga hanya ditujukan untuk peningkatan taraf hidup bukan untuk biaya pengobatan.
Bagi Masyarakat:
  • Tetap mempunyai lingkungan yang sehat walaupun berada di sekitar tempat kerja.
  • Dapat mencontoh perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan oleh tempat kerja setempat.
Bagi  Tempat Kerja :
  • Meningkatnya produktivitas kerja pekerja yang ber¬dampak positif terhadap pencapaian target dan tujuan.
  • Menurunnya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan.
  • Meningkatnya citra tempat kerja yang positif.
Bagi Pemeinerintah Provinsi dan Kahupaten/Kota :
  • Peningkatan Tempat Kerja Sehat menunjukkan kinerja dan citra pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang baik.
  • Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat dialihkan untuk peningkatan kesehatan bukan untuk menanggulangi masalah kesehatan.
  • Dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan PHBS di Rumah Tangga.
  • Instansi Terkait:
  • Adanya bimbingan teknis pelaksanaan pembinaan PHBS di Tempat Kerja.
  • Dukungan buku panduan dan media promosi.
Langkah-Langkah
Pembinaan PHBS di Tempat Kerja
1.    Analisis Situasi
Pimpinan di Tempat Kerja melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya komitmen dan kebijakan tentang pembinaan PHBS di Tempat Kerja serta bagaimana sikap dan perilaku pekerja terhadap kebijakan tersebut. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.

2.    Pembentukan Kelompok Kerja
Penyusunan Kebijakan PHBS di Tempat Kerja
Pihak  Pimpinan  Tempat  Kerja  mengajak bicara/ berdialog pekerja dan serikat pekerja tentang :
•    Maksud, tujuan dan manfaat penerapan PHBS di Tempat Kerja.
•    Rencana kebijakan tentang penerapan PHBS di Tempat Kerja.
•    Penerapan PHBS di Tempat Kerja berserta antisi-pasi kendala dan solusinya.
•    Menetapkan penanggung jawab PHBS di Tempat Kerja dan mekanisme pengawasannya.
•    Cara sosialisasi yang efektif bagi masyarakat pekerja.
•    Kemudian pimpinan membentuk Kelompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di Tempat Kerja.

3.    Pembuatan Kebijakan PHBS di tempat kerja
Kelompok Kerja membuat kebijakan yang jelas, tujuan dan cara melaksanakannya.

4.    Penyiapan Infrastruktur
•    Membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas PHBS di Tempat Kerja.
•    Instrumen Pengawasan.
•    Materi sosialisasi penerapan PHBS di Tempat Kerja.
•    Pembuatan dan penempatan pesan-pesan PHBS di tempat-tempat yang strategis di tempat kerja.
•    Mekanisme dan saluran pesan PHBS di Tempat Kerja.
•    Pelatihan bagi pengelola PHBS di Tempat Kerja.

5.    Sosialisasi Penerapan PHBS di tempat kerja
•    Sosialisasi penerapan PHBS di Tempat Kerja dan lingkungan internal.
•    Sosialisasi tugas dan penanggung jawab PHBS di Tempat Kerja.

6.    Penerapan PHBS di tempat kerja
•    Penyampaian pesan PHBS di Tempat Kerja kepada pekerja seperti melalui penyuluhan kelompok, media poster, stiker, papan pengumuman, dan selebaran.
•    Penyediaan sarana dan prasarana PHBS di Tempat Kerja seperti air bersih, jamban sehat, tempat sampah, tempat cuci tangan, sarana olahraga, kantin sehat.
•    Pelaksanaan pengawasan PHBS di Tempat Kerja.

7.    Pengawasan dan Penerapan Sanksi
Pengawas PHBS di Tempat Kerja mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai peraturan yang telah ditetapkan oleh tempat kerja atau daerah setempat.

8.    Pemantauan dan Evaluasi
•    Lakukan pemantauan dan evaluasi secara periodik tentang kebijakan yang telah dilaksanakan.
•    Lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan dan putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan.

Dukungan Untuk Pembinaan PHBS di Tempat Kerja
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota :
•    Mengeluarkan kebijakan tentang Pembinaan PHBS di Tempat Kerja berupa peraturan/surat edaran/ instruksi/himbauan maupun dukungan dana.
•    Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembi¬naan PHBS di Tempat Kerja di wilayah kerjanya.

Pimpinan Tempat Kerja :
•    Mengeluarkan kebijakan untuk melaksanakan pembi¬naan PHBS di Tempat Kerja.
•    Menyediakan sarana untuk penerapan PHBS di Tempat kerja seperti : sarana olahraga, kantin sehat, penyediaan air bersih, jamban sehat, tempat cuci tangan, tempat sampah , Alat Pelindung Diri (APD) media promosi dan Iain-lain.

PHBS di Rumah Tangga



Kesehatan adalah hak dasar manusia yang merupakan karunia Tuhan yang sangat tinggi nilainya.
Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas sumber daya manusia.oleh karena itu perlu dipelihara dan ditingkatkan.

Status kesehatan masyarakat antara lain ditentukan oleh Angka Kematian Ibu (AKI)
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Umur Harapan Hidup ( UHH).

AKI di Indonesia dilaporkan tahun 2005 sekitar 256 keamtian per 100.000 kelahiran hidup , anka ini masih jauh target nasional 2010 sebesar 125/100.000 kelahiran hidup. angka kematian ibu yang tinggi sangat erat kaitannya dengan ditolong tidaknya persalinan oleh tenaga kesehatan.

Untuk angka kematian Bayi (AKB) dilaporkan 32 kematian per 1000 kelahiran hidup tahun 2003 dan 25 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2006. Penyebab langsung kematian bayi terbanyak disebabkan karena pertumbuhan janin yang sangat lambat, kekurangan janin pada bayi, kelahiran premature dan berat bayi rendah.
Sedangkan untuk penyebab tidak langsung adalah kurangnya ibu yang memberikan ASI secara eksklusif, sehingga banyak bayi yang mudah terkena penyakit infeksi seperti diare dan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) sehingga menyebabkan kematian.
Susenas 2004 melaporkan sebesar 35 persen bayi umur 0-6 bulan mendapat ASI ekslusif selama 24 jam terkhir. Dibandingkan dengan data susenas 2003 ada penurunan sebesar 3 persen. Dengan demikian pencapaian semakin jauh dari target Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan, yaitu sebesar 80 persen.


Data Susenas ( Survei Sosial Ekonomi Nasional)
  • Persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebagai penolong pertama adalah 64 persen (Susenas 2004)
  • Dibandingkan dengan Susenas 2001 dan 2003, angka tersebut mengalami kenaikan masing-masing 5 persen dan 3 persen.
  • Peningkatan tersebut merupakan kontribusi peran bidan yang mencakup pertolongan persalinan  masing-masing 50 persen (Susenas 2001), 53 persen (Susenas 2003) dan 55 persen (Susenas 2004).
Setiap jam 2 orang meninggal atau lebih dari 17.000 ibu meninggal setiap tahun. Sekitar 4 juta ibu hamil dan ibu menyusui menderita gangguan Anemia karena kekurangan zat besi. Lebih dari 1,5 juta balita yang terancam gizi buruk diseluruh pelosok tanah air. Setiap jam 10 dari sekitar 520 bayi yang di Indonesia meninggal dunia.
Perubahan tingkat kesehatan juga memicu transisi epidemiologi penyakit, yakni bertambahnya penyakit degenerasi atau sikenal dengan penyakit tidak menular (PTM).
Saat ini PTM seperti penyakit jantung, Stoke, Hipertensi, Diabetes Mellitius merupakan penyebab utama kematian dan ketidakmampuan fisik yang diderita oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia.

Terjadinya PTM ternyata telah mempunyai prakondisi sejak dalam kandungan dan masa pertumbuhan seperti berat bayi  lahir rendah, kurang gizi dan terjadinya infeksi berulang, juga diperberat oleh perilaku tidak sehat.

Perilku tidak sehat yang saat ini menjadi tren gaya hidup masyarakat antara lain merokok, kurang Aktivitas fisik dan kurang mengkonsumsi buah dan sayur.

Menurut Susenas 2004 presentase penduduk umur 15 tahun ke atas yang tidak merokok adalah 66 persen. Dibandingkan Susenas 2001 dan 2003,terjadi penurunan sebesar 2 persen.
Susenas 2004 menunjukan secara keseluruhan hanya 6 persen penduduk umur 15 tahun ke atas yang cukup beraktivitas fisik, sebagaian besar (85 persen) penduduk kurang beraktivitas fisik dan 9 persen tidak biasa melakukan aktivitas/sedentary.
Susenas 2004 menunjukan secara keseluruhan hanya 1 persen penduduk umur 15 tahun keatas yang cukup mengkonsumsi sayur dan buah. Hampir seluruh penduduk (99% kurang) mengkonsumsi sayur dan buah. Sedangkan Susenas 2003, berdasarkan kriteria yang dipakai, menunjukan penduduk umur 10 tahun ke atas yang mengkonsumsi cukup serat adalah 9 persen dan yang mengkonsumsi kurang serat 91 persen.

Badan kesehatan Dunia memperkirakan tahun 2020 sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan disebabkan oleh PTM.

Masalah 1 Bagaimana Mengatasinya
Permasalahan di atas dapat di cegah dengan melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat khususnya di rumah tangga. Mengapa di rumah tangga? Karena anggota rumah tangga merupakan asset yang sangat potensial. Untuk diberdayakan dalam menjaga memelihara kesehatan.

Pengertian PHBS di Rumah Tangga
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya unutk memperdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.
Sasaran PHBS di Rumah Tangga adalah seluruh anggota keluarga yaitu :
- Pasangan Usia Subur
- Ibu Hamil dan Menyusui
- Anak dan Remaja
- Usia lanjut
- Pengasuh Anak

Manfaat PHBS di Rumah Tangga
Anggota keluarga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit Mampu mengupayakan lingkungan sehat Peningkatan kinerja dan citra Alokasi biaya penanganan masalah kesehatan dapat di alihkan unatuk pengembangan lingkungan sehat & penyedian sarana kesehatan merat bermutu & dan terjangkau
Anak tumbuh sehat & cerdas Mampu mencegah & menanggulangi masalah kesehatan Menjadi pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pengembangan PHBS di rumah tangga
Produktivitas anggota keluarga meningkat Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
Pengeluaran biaya dapat di alokasikan untuk pemenuhan gizi keluarga ,pendidikan & modal usaha untuk peningkatan pendapatan Mampu mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat seperti Posyandu,JPKM,tabungan bersalin,arisan jamban ,kelompok pemakai air,ambulan desa
Secara keseluruhan 19 persen Rumah Tangga di Indonesia masuk kategori Sehat.
Sedangkan untuk tahun 2006, secara nasional persentase rumah tangga yang memenuhi indikator rumah tangga sehat mencapai 30,13 persen. Berikut ini grafik pencapaian PHBS Rumah Tangga tahun 2004.




Langkah langkah pembinaan PHBS di Rumah Tangga
Di kabupaten Kota
a Mengeluarkan kebijakan tentang pembinaan PHBS di Rumah Tangga melalui Tim Penggerak PKK di seluruh kecamatan dan desa/kelurahan
b Sosialisasi pembinaan PHBS di Rumah Tangga kepada Tim Penggerak PKK
c Mengadvokasi Bupati /Walikota /DPRD untuk memperoleh dukungan kebijakan dan dana bagi pembinaan PHBS di Rumah Tangga diseluruh kecamatan dan desa/kelurahan.
d Memantau kemajuan pelaksanaan pembinaan PHBS di Rumah Tangga dan pencapaian Rumah Tangga tingkat kabupaten /kota.
e Memberikan penghargaan terhadap Pelaksana Terbaik PHBS di Rumah Tangga tingkat kabupaten/kota.

Di Kecamatan
a Mengeluarkan kebijakan tentang pembinaan PHBS di Rumah Tangga melalui Tim Penggerak PKK di seluruh desa /kelurahan
b Sosialisasi pembinaan PHBS di Rumah Tangga kepada Tim Penggerak PKK desa /kelurahan dan organisasi masyarakat lainnya.
c Mengadvokasi Camat dan lintas sektor terkait untuk memperoleh dukungan kebijakan dan dana bagi pembinaan PHBS di Rumah Tangga di seluruh desa/kelurahan.
d Menyusun rencana dan melaksanakan kegiatan pembinaan PHBS di Rumah Tangga berdasarkan prioritas masalah PHBS tingkat desa/kelurahan
e Melatih TP-PKK desa/kelurahan dalam melaksanakan pembinaan PHBS di Rumah Tangga.
f Memantau kemajuan pelaksanaan pembinaan PHBS di Rumah Tangga dan pencapaian Rumah Tangga diseluruh desa.
g Mengirimkan hasil pengumpulan data PHBS di seluruh desa/kelurahan ke Dinasa Kesehatan kabupaten/kota untuk diolah lebih lanjut melalui Sistim Informsi Manajemen PHBS (SIM-PHBS).
h Melaksanakan penilaian PHBS di Rumah Tangga tingkat desa/kelurahan.
i Memberikan penghargaan terhadap Pelaksana Terbaik PHBS di Rumah Tangga tingkat desa/kelurahan.

Di Desa/Kelurahan
a Sosialisasi PHBS di Rumah Tangga
b Pengumpulan data PHBS di Rumah Tangga
c Pengolahan Data dan Pemetaan PHBS
d Perencanaan kegiatan
e Penggerakan dan Pelaksanaan Kegiatan.
f Pemantauan dan Penilaian.







Dukungan untuk PHBS di Rumah Tangga
a. Bupati/Walikota/Gubernur
  • Mengeluarkan kebijakan dalam bentuk surat keputusan , surat edaran, atu intruksi tentang pembinaan PHBS di Rumah Tangga
  • Mengalokasikan anggaran untuk pembinaan PHBS di Rumah Tangga
  • Mengkoordinasikan kegiatan pembinaan PHBS di Rumah Tangga
  • Memantau kemajuan pencapaian Rumah Tangga Sehat
b. DPRD
  • Menyutujui anggaran untuk pembinaan PHBS di Rumah Tangga.
  • Mengevaluasikinerja Bupati /Walikota/ yang berkaitan dengan pencapaian Rumah Tangga Sehat.
c. Dinkes kab / kota
  • Mengadvokasi Bupati / Walikota dan DPRD untuk memperoleh dukungan kebijakan dan dana bagi pembinaan PHBS di Rumah Tangga.
  • Sosialisasi PHBS di Rumha Tangga di berbagai kelompok sasaran.
  • Menyusun rencana, pelaksanaan , pemantauan dan penilaian kegiatan pembinaan PHBS di Rumah Tangga melalui integrasi dan kemitraan lintas program dan sektoral.
  • Menyediakan dan mendistribusikan media promosi pembianan  PHBS di Rumah Tangga ke berbagai sasaran.
  • Memantau kemajuan pencapaian Rumah Tangga Sehat.
d. Lintas Sektor
  • Memberi dukungan terhadapa pelaksanaan pembinaan PHBS di Rumah Tangga sesuai dengan permasalahan yang ditemui dan berkaitan dengan kewenangan dan fungsi masing-masing.
  • Menciptakan suasana atau opini yang positif untuk pengembangan PHBS di Rumah Tangga.

PHBS di Sekolah



Jumlah anak yang besar yakni 30% dari total penduduk Indonesia atau sekitar 73 Juta orang dan usia sekolah merupakan masa keemasan untuk menanamkan nilai-nilai perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sehingga berpotensi sebagai agen perubahaan untuk mempromosikan PHBS, baik dilingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Saat ini di Indonesia terdapat lebih dari 250.000 sekolah negeri, swasta maupun sekolah agama dari berbagai tindakan.
Jika tiap sekolah memiliki 20 kader kesehatan saja maka ada 5 juta kader kesehatan yang dapat membantu terlaksananya dua strategi utama Departemen Kesehatan yaitu:
“Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat” serta “Surveilans, monitoring dan informasi kesehatan”

Usia Sekolah Rawan Penyakit
Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran juga dapat menjadi ancaman penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik. Lebih dari itu, usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan terserang berbagai penyakit

Data penyakit yang di derita oleh anak sekolah (SD) Terkait Perilaku
Jenis penyakit Jumlah Kasus Sumber Data
Kecacingan 40-60% Profil Dep Kes Tahun 2005
Anemia 23,2 % Yayasan Kusuma Buana Tahun 2007
Karies & Periodental 74,4 % SKRT Tahun 2001
Kasus Diare
Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization
Setiap tahun 100.000 anak Indonesia meninggal akibat diare
Data Departemen Kesehatan :
Diantara 1000 penduduk terdapat 300 orang yang terjangkit penyakit diare sepanjang tahun
Sumber: Majalah Interaksi 2007
Kasus Merokok
Data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional)
Tahun 2004 menyebutkan sekitar 3% anak-anak mulai merokok sejak kurang dari 10 tahun Persentase orang merokok tertinggi (64%) berada pada kelompok umur remaja (15-19 tahun). Hal ini berarti bahaya rokok pada masyarakat yang rentan yakni anak-anak dan berdampak pada masa remaja.
Kasus TB Paru
Data Dinas Kesehatan  DKI Jakarta
  • Dinas kesehatan DKI Jakarta menemukan setidaknya ada 1.872 anak yang menderita TB dari 10.273 penderita TB di DKI
Data Departemen Kesehatan
  • Tahun  2006 penderita TB anak masih 397 (Hr. Rakyat Merdeka 8/9/07). Data departemen kesehatan menunjukan kasus TB pada anak di seluruh Indonesia tahun 2007 sebanyak 3.990
PHBS di sekolah
Munculnya sebagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (usia 6-10), ternyata umumnya berkaitan dengan PHBS. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai PHBS disekolah merupakan kebutuhan mutlak dan dapat dilakukan melalui pedekatan usaha kesehatan Sekolah (UKS).

PHBS disekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau dan mampu mempraktikan PHBS, dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat.

Indikator PHBS di sekolah
1.    Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun
2.    Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
3.    Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
4.    Olahraga yang teratur dan terukur
5.    Memberantas jentik nyamuk
6.    Tidak merokok di sekolah.
7.    Menimbang berat badan dan mengukur  tinggi badan setiap bulan.
8.    Membuang sampah pada tempatnya

Sasaran pembinaan PHBS di sekolah

  • Siswa
  • Warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan sekolah, komite sekolah dan orang tua siswa)
  • Masyarakat lingkungan sekolah (penjaga kantin, satpam,dll)
Manfaat Pembinaan PHBS di Sekolah
  • Terciptanya sekolah yang bersih dan sehat sehingga siswa, guru dan masyarakat lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai gangguan dan ancaman penyakit.
  • Meningkatkan semangat proses belajar mengajar yang berdampak pada prestasi belajar siswa
  • Citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga mampu menarik minat orang tua.
  • Meningkatkan citra pemerintah daerah di bidang pendidikan
  • Menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain.
Langkah-langkah Pembinaan PHBS di sekolah
1. Analisis Situasi

Penentu kebijakan/pimpinan disekolah melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan tentang PHBS di sekolah serta bagaimana sikap dan perilaku khalayak sasaran (siswa, warga sekolah dan masyarakat lingkungan sekolah) terhadap kebijakan PHBS disekolah. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.
2. Pembentukan kelompok kerja

Pihak Pimpinan sekolah mengajak bicara/berdialog guru, komite sekolah dan tim pelaksana atau Pembina UKS tentang :

  • Maksud, tujuan dan manfaat penerapan PHBS disekolah • Membahas rencana kebijakan tentang penerapan PHBS di sekolah.
  • Meminta masukan tentang penerapan PHBS di sekolah, antisipasi kendala sekaligus alternative solusi.
  • Menetapkan penanggung jawab PHBS disekolah dan mekanisme pengawasannya.
  • Membahas cara sosialisasi yang efektif bagi siswa, warga sekolah dan masyarakat sekolah.
  • Pimpinan sekolah membentuk kelompok kerja penyusunan kebijakan PHBS di sekolah.
3. Pembuatan Kebijakan PHBS di sekolah
Kelompok kerja membuat kebijakan jelas, tujuan dan cara melaksanakannya.
4. Penyiapan Infrastruktur
Membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas PHBS di sekolah Instrument pengawasan Materi sosialisasi penerapan PHBS di sekolah Pembuatan dan penempatan pesan di tempat-tempat strategis disekolah Pelatihan bagi pengelola PHBS di sekolah
5. Sosialisasi Penerapan PHBS di sekolah

a. Sosialisasi penerapan PHBS di sekolah di lingkungan internal antara lain :
• Penggunaan jamban sehat dan air bersih
• Pemberantasan Sarang nyamuk (PSN)
• Larangan merokok disekolah dan kawasan tanpa rokok di sekolah
• Membuang sampah ditempatnya

b. Sosialisasi tugas dan penanggung jawab PHBS di sekolah
6. Penerapan PHBS di Sekolah
• Menanamkan nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku (kurikuler)
• Menanamkan nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa yang dilakukan diluar jam pelajaran biasa (ekstra kurikuler)
  1. Kerja bakti dan lomba kebersihan kelas
  2. Aktivitas kader kesehatan sekolah /dokter kecil.
  3. Pemeriksaan kualitas air secara sederhana
  4. Pemeliharaan jamban sekolah
  5. Pemeriksaan jentik nyamuk di sekolah
  6. Demo/gerakan cuci tangan dan gosok gigi yang baik dan benar
  7. Pembudayaan olahraga yang teratur dan terukur
  8. Pemeriksaan rutin kebersihan : kuku, rambut, telinga, gigi dan sebagainya.
• Bimbingan hidup bersih dan sehat melalui konseling.
• Kegiatan penyuluhan dan latihan keterampilan dengan melibatkan peran aktif siswa, guru, dan orang tua, antara lain melalui penyuluhan kelompok, pemutaran kaset radio/film, penempatan media poster, penyebaran leafleat dan membuat majalah dinding.
Pengawasan & penerapan sanksi Pengawas penerapan PHBS di sekolah mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai dengan peraturan yang telah dibuat seperti merokok di sekolah, membuang sampah sembarangan
7. Pemantauan dan evaluasi
• Lakukan pamantauan dan evaluasi secara periodic tentang kebijakan yang telah dilaksanakan
• Minta pendapat pokja PHBS di sekolah dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.
• Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan
Dukungan dan Peran untuk membina PHBS di sekolah
Adanya kebijakan dan dukungan dari pengambil keputusan seperti Bupati, Kepala Dinas pendidikan, Kepala Dinas Kesehatan, DPRD, lintas sector sangat penting untuk pembinaan PHBS disekolah demi terwujudnya sekolah sehat. Disamping itu, peran dari berbagai pihak terkait (Tim Pembina dan pelaksana UKS), sedangkan masyarakat sekolah berpartisipasi dalam perilaku hidup bersih dan sehat baik di sekolah maupun di masyarakat.
(1)Pemda
Bupati/walikota
  • Mengeluarkan kebijakan dalam bentuk perda, surat keputusan, surat edaran, instruksi, himbauan tentang Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan sehat disekolah.
  • Mengalokasikan anggaran untuk pembinaan PHBS di sekolah.
DPRD
  • Memberikan persetujuan anggaran untuk pengembangan PHBS di sekolah
  • Memantau kinerja Bupati/Walikota yang berkaitan dengan pembinaan PHBS di sekolah
(2)Lintas Sektor
Dinas Kesehatan
Membina dan mengembangkan PHBS dengan pendekatan UKS melalui jalur ekstrakulikuler.
Dinas Pendidikan
Membina dan mengembangkan PHBS dengan pendekatan Program UKS melalui jalur kulikuler dan ekstrakulikuler
Kantor Depag
Melaksanakan pembinaan dan pengembangan PHBS dengan pendekatan program UKS pada perguruan agama

(3)Tim Pembina UKS
  • Merumuskan kebijakan teknis mengenai pembinaan dan pengembangan PHBS melalui UKS
  • Mengkordinasikan kegiatan perencanaan dan program serta pelaksanaan pembinaan PHBS melalui UKS
  • Membina dan mengembangkan PHBS melalui UKS serta mengadakan monitoring dan evaluasi.
(4)Tim Pelaksana UKS
  • Merencanakan dan melaksanakan kegiatan pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat dalam rangka peningkatan PHBS di sekolah.
  • Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik, instansi lain yang terkait dan masyarakat lingkungan sekolah untuk pembinaan dan pelaksanaan PHBS di sekolah.
  • Mengadakan evaluasi pembinaan PHBS di sekolah.
(5)Komite sekolah
  • Mendukung dalam hal pendanaan untuk sarana dan prasana pembinaan PHBS di sekolah
  • Mengevaluasi kinerja kepala sekolah dan guru-guru yang berkaitan dengan pencapaian sekolah sehat.
(6)Komite sekolah
  • Mengeluarkan kebijakan dalam bentuk surat keputusan, surat edaran dan instruksi tentang pembinaan PHBS di sekolah.
  • Mengalokasikan dana/anggaran untuk pembinaan PHBS di sekolah
  • Mengkoordinasikan kegiatan pembinaan PHBS di sekolah
  • Memantau kemajuan pencapaian sekolah sehat disekolahnya
(7)Guru-guru
  • Bersama guru lainnya mengadvokasi yayasan/orang tua murid kepala sekolah untuk memperoleh dukungan kebijakan dan dana bagi pembinaan PHBS di sekolah
  • Sosialisasi PHBS di lingkungan sekolah dan sekitarnya.
  • Melaksanakan pembinaan PHBS di lingkungan sekolah dan sekitarnya
  • Menyusun rencana pelaksanaan dan penilaian lomba PHBS di sekolahnya.
  • Memantau tujuan pencapaian sekolah sehat di lingkungan sekolah
(8)Orang tua murid
  • Menyetujui anggaran untuk pembinaan PHBS di sekolah
  • Memberikan dukungan dana untuk pembinaan PHBS di sekolah baik insidentil dan bulanan.

Minggu, 24 Januari 2010

PROMOSI KESEHATAN

PROMOSI KESEHATAN, dalam rangka membantu program pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan Bangsa

Sabtu, 23 Januari 2010

GERAKAN DOKTER UNTUK BANGSA

Blog ini dipublikasikan sebagai wujud Gerakan Dokter untuk bangsa. Bangsa yang sedang terserang penyakit krisis multidimensi kronis. Mudah-mudahan blog ini dapat menjadi therapi terhadap serangan penyakit kronis tersebut serta dapat meningkatkan derajat kesehatan Bangsa, sehingga Bangsa kita dapat sembuh dari penyakitnya, dan mengejar ketertinggalannya dari bangsa lain, sehingga menjadi bangsa yang kuat, adidaya, serta bermartabat dan dihormati oleh Bangsa lain.




Indikator objektif yang mencerminkan sehat-sakitnya satu Bangsa dapat dilihat dari beberapa indeks global, antara lain: Human Development Index (HDI), Human Poverty Index (HPI), Index of Economic Freedom (IEF). HDI menggambarkan 3 variabel utama kehormatan satu bangsa, yaitu: kesehatan, pendidikan dan pertumbuhan ekonomi. Saat ini, nilai HDI bangsa kita, di tingkat ASEAN-pun masih tertinggal dengan Vietnam.

HPI mencerminkan ketidak adilan dalam distribusi kekayaan dan kesejahteraan ekonomi. Sebuah ketidak adilan ekonomi akan berbuah pada kemiskinan. Kemiskinan akan melemahkan akses rakyat untuk memperoleh derajat kesehatan yang baik. IEF menggambarkan campur tangan bangsa lain dalam pengaturan ekonomi bangsa. Campur tangan yang berbuah pada semakin lunturnya kehormatan bangsa dan dapat melemahkan kondisi kesehatan khususnya status kesehatan mental dan sosial.

Sehat bukan hanya tidak sakit. Menurut
World Health Organization: “..Health is a state of complete physical, mental and social well-being, and not merely an absence of disease or infirmity...” Pengertian sehat fisik, umumnya sudah diketahui dengan jelas. Nilai HDI Indonesia menggambarkan bahwa secara fisik bangsa ini masih sakit-sakitan. Padahal dari definisi sehat, jelas sekali bahwa sehat juga meliputi kondisi fisik-mental-sosial. Lalu, bagaimana dengan status kesehatan mental dan sosial bangsa Indonesia?

Masalah sehat mental dan sosial mempengaruhi dan membentuk lingkaran setan terhadap kondisi objektif HPI dan IEF. Bangsa yang sakit secara mental dicirikan dari: tidak merasa puas dengan keadaan dirinya; tidak patuh pada berbagai aturan; tidak memiliki kendali diri
yang baik
. Bangsa yang sakit secara sosial dicirikan dari: tidak mampu membina hubungan keakraban dengan sesama; tidak memiliki tanggung jawab menurut kapasitas yang dimilikinya; tidak dapat hidup rukun dengan sesama; dan tidak mampu menunjukkan perilaku sosial yang penuh perhitungan. Dengan merujuk pada ciri-ciri tersebut, nyata sekali bahwa saat ini bangsa Indonesia sedang sakit dalam arti yang sesungguhnya, yaitu sakit fisik-mental-sosial.

Setujukah kita bahwa bangsa Indonesia sedang sakit?
Tentu saja akan ada pro/kontra berkepanjangan terhadap pandangan ini, namun apapun hasilnya tidak dapat dipungkiri besarnya kontribusi kesehatan bangsa pada kelangsungan Pembangunan Nasional dan Ketahanan Nasional. Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis satu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar, secara langsung maupun tidak langsung yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.

Ketahanan Nasional merupakan integrasi dari kondisi tiap aspek kehidupan bangsa dan negara. Ketahanan Nasional merupakan kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara. Berhasilnya Pembagunan Nasional akan meningkatkan Ketahanan Nasional. Ketahanan Nasional yang tangguh akan lebih mendorong Pembangunan Nasional. Bangsa yang sakit akan menurun kemampuannya dalam Pembangunan Nasional dan memiliki Ketahanan Nasional yang lemah.

Kesehatan belum sepenuhnya dipandang sebagai unsur utama Ketahanan Nasional, sehingga anak bangsa sebagai generasi penerus belum secara optimal dilihat sebagai subjek pembangunan kesehatan. Kecukupan gizi, pemeliharaan kesehatan, pendidikan, dan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya sumber daya manusia masa depan yang handal dan aset bangsa untuk menopang Ketahanan Nasional harus lebih mendapatkan perhatian.

Cara pandang dan kepemimpinan yang memahami kesehatan sebagai
pengobatan saja (paradigma sakit) dan tanggung jawab sektor kesehatan saja, bukan tanggung jawab semua sektor, tidak menempatkan kesehatan sebagai mainstream pembangunan nasional. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan berbagai sektor belum fokus membangun bangsa yang sehat.

Pengaruh globalisasi, liberalisasi perdagangan, dan pelayanan melalui berbagai kesepakatan internasional, akan mempengaruhi kelancaran dan kemandirian penyelenggaraan upaya kesehatan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap ketahanan nasional di masa mendatang.

Pada hakikatnya profesi dokter adalah profesi yang mulia. Hal ini tercermin dari sumpah Hipocrates, nilai-nilai dokter (kemanusiaan, etika dan kompeten) dan tujuan utamanya memelihara (caring) masyarakat yang sehat agar tetap sehat dan menyembuhkan mereka yang sakit. Namun berbagai kondisi saat ini telah mempengaruhi integritas dan solidaritas sosial profesi dokter. Profesi yang mulia ini terkesan mulai luntur citranya di mata masyarakat. Keadaan ini secara tidak langsung akan memberi pengaruh pada pembangunan kesehatan yang akan berimbas sumbangannya pada ketahanan nasiona.

Kondisi bangsa yang belum sehat secara sempurna, yaitu trend sakit fisikmental-
sosial yang masih mengkhawatirkan, khususnya sakit secara mental dan sosial, apabila dibiarkan maka tidak lama lagi kita akan menyaksikan kengerian di depan mata. Sakit mental dan sosial akan menggeser budaya bangsa yang selama ini terkenal dengan sifat-sifat kebaikannya. Sifat gotong royong, toleransi tinggi, dan lain sebagainya, hanya akan menjadi sejarah.

Para dokter harus berkontribusi untuk mencegah terjadinya hal ini. Dokter harus merevitalisasi peran komprehensif pengabdiannya. Kontribusi pengabdian dokter untuk penyehatan fisik harus dilakukan secara terintegrasi dengan proses penyehatan mental dan sosial bangsa.

Saat ini, apabila dokter diharapkan dapat melakukan intervensi menyeluruh terhadap permasalahan kesehatan bangsa (fisik-mental-sosial), mungkin akan muncul skeptisisme di tengah masyarakat. Sikap skeptis ini wajar karena selama ini peran dokter lebih terlihat pada upaya penyehatan fisik. Proses reduksi peran yang tidak disadari dan telah berlangsung sekian lama, ternyata telah membuat fungsi dokter hanya menjadi agent of treatment.

Para dokter telah terjebak pada rutinitas profesionalisme yang sempit. Banyak
dokter yang akhirnya lebih concern bahwa ilmu kedokteran hanyalah mempelajari segala sesuatu tentang penyakit. Akibatnya kewajiban untuk menyehatkan rakyat hanya sekadar menganjurkan minum vitamin, mineral, tonik, dll, serta mengobati pasien yang sakit. Dokter lupa bahwa selain melakukan intervensi fisik, juga harus berperan dalam intervensi mental dan sosial di tengah masyarakat. Dokter dalam kiprahnya seyogianya menerapkan trias peran dokter: sebagai agent of treatment, agent of change dan agent of development. WHO baru tahun 1994 mengidentifikasi kiprah ini dan menyebutnya sebagai “ The Five Star Doctors” yaitu: Community leader, Communicator, Manager, Decision maker dan Care provider.

Pada dasarnya dokter adalah seorang cendikiawan yang dalam menjalankan profesinya langsung berhadapan atau berada di tengah masyarakat dibekali nilai profesi yang menjadi kompas dalam segala tindakannya. Nilai profesi itu antara lain adalah kemanusiaan (humanism), etika (ethics) dan kompetensi (competence). Dimanapun dokter ditempatkan seyogianya ia menjalankan trias peran dokter: agent of treatment, agent of change, dan agent of development. Itulah yang dilakukan oleh dr. Wahidin dan para sejawatnya seabad yang lalu jauh sebelum adanya rekomendasi WHO.

Karena itu peran dokter saat ini harus dikembalikan kepada trias peran dokter
yang dicontohkan oleh dr. Wahidin Sudirohusodo. Dokter tidak hanya menjadi agent of physical treatment, tapi juga harus menularkan nilai profesi dan kecendakiawannya sehingga membuatnya menjadikan agent of mental- social change dan agent of development dalam pembangunan bangsa. Diperlukan implementasi sistem kesehatan nasional baru yang memungkinkan trias peran dokter tersebut dapat berjalan. Artinya dibutuhkan proses rekonstruksi pembangunan nasional yang menjadikan sistem kesehatan nasional sebagai salah satu pilar utamanya.

Blog Dokter Sahabat Kita diharapkan dapat menghimpun dan
mengerahkan segenap potensi dokter untuk memberikan pencerahan dan pendidikan kesehatan dalam rangka untuk menyehatkan bangsa.

Blog ini merupakan wujud kepedulian profesi dokter (Professional
Social Responsibility) untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat dan bermartabat sebagaimana dicita-citakan oleh para ”founding father” kedokteran di Indonesia.

Mudah-mudahan teman-teman sejawat dapat berpartisipasi untuk menyumbangkan buah fikirannya didalam blog ini dalam rangka untuk menyehatkan bangsa,sehingga dapat terlepas dari keterpurukannya.Amin.

Bangsa Kita Sedang Sakit?

Apakah benar bangsa kita sedang sakit? Kalau kita perhatikan secara seksama,bagaimana kiprah anak-anak bangsa dalam bertutur kata dan bertindak dalam keseharian amatlah menyedihkan.Dari mulai para pemimpin sampai rakyat jelata banyak yang tidak memiliki nilai-nilai budi luhur.Saat ini kejujuran,tanggung jawab,disiplin,keadilan, dan kepedulian menjadi suatu hal yang langka.

Para pemimpin sedang bersendagurau diatas panggung politik, saling sindir satu sama lain,saling berbalas pantun yang tidak memiliki selera humor yang semestinya tidak mereka ucapkan,pokoknya mereka sedang mempertontonkan kepada anak bangsa bagaimana memperoleh kekuasaan dengan berbagai cara yang licik serta jauh dari etika. Para anggota dewan yang terhormat saling baku hantam,para pejabat melakukan korupsi berjamaah,kolusi dan nepotisme, kekerasan,pembunuhan jadi berita sehari-hari.

Banyak anak-anak Bangsa yang tidak patuh pada berbagai aturan,tidak memiliki kendali diri yang baik, tidak mampu membina hubungan keakraban dengan sesama, tidak memiliki tanggungjawab menurut kapasitas yang dimilikinya,tidak dapat hidup rukun dengan sesama, dan tidak mampu menunjukan perilaku sosial yang penuh perhitungan sehingga menyulut kerusuhan dimana-mana.Secara fisik mereka sehat walafiat,tapi secara mental mereka mengidap gangguan kejiwaan..

Kita tentu sedih dan prihatin melihat bangsa seperti ini.Bagaimana Bangsa Kita bisa maju kalau kondisi kejiwaan anak bangsa seperti ini…….Bagaimana solusinya? Tentunya landasan Keimanan dan Islamlah yang membuat anak Bangsa menjadi Ihsan sehingga mempunyai nilai-nilai budi luhur yang baik. Dan dengan modal tersebut Bangsa kita menjadi adidaya dan bermartabat.

Tadi disebutkan tentang gangguan kejiwaan…
Apa sih yang dimaksud dengan jiwa? Sukar untuk memberi definisi tentang jiwa. Yang dapat ditangkap adalah manifestasinya. Jiwa bermanifestasi dalam bentuk perasaan, akal fikiran dan perbuatan. Ketiga bentuk manifestasi ini dapat pula diperinci lebih lanjut. Kita akan memperinci hanya yang penting dalam pembicaran kita saja.

Dalam ilmu kedokteran dikenal jiwa dan soma. Soma dapat pula diganti dengan fisik. Soma atau fisik berarti segi-segi yang nyata dari tubuh manusia, yaitu yang dapat diraba, dilihat dan malahan yang dapat didengarkan, misalnya detak jantung, bunyi pernafasan, dan sebagainya. Segi lainnya dari tubuh manusia adalah jiwanya. Dan yang dapat dinilai seperti yang dikatakan di atas tadi adalah manifestasinya.

Kita mengetahui bahwa ketiga fungsi jiwa tadi, pada orang yang normal mempunyai kerja sama yang baik, dikatakan mempunyai harmoni yang baik dalam pekerjaannya.
Jadi orang yang normal merasakan, kemudian memikirkan, mungkin dia akan mengulangi merasa-rasakan kembali, sesudah itu berpikir lagi kemudian baru berbuat. Ini tergantung pada kepribadian orang itu.

Kalau kita hendak membicarakan tentang perasaan secara mendalam, banyak sekali yang dapat dikemukakan. Seorang sarjana membagi perasaan dalam beberapa tingkat atau niveau. Yaitu perasaan fisik atau somatik, perasaan vital, atau vegetatif, perasaan psykhik, perasaan ethik dan esthetik dan yang tertinggi adalah rasa atau perasaan keagamaan (geestelijke gevoelens).

Perasaan fisik atau somatik misalnya, merasa sakit, merasa panas, merasa tekanan, merasa pahit dan sebagainya. Semua ini mempunyai alat, ujung saraf (receptor) untuk menangkapnya. Ke dalam perasaan vital termasuk rasa haus, rasa lapar, dan perasaan sexual. Perasaan psykhik yaitu rasa sedih dan gembira, rasa sayang dan benci, rasa berputus asa, rasa nikmat dan lainnya. Perasaan ethik yaitu mengenai masalah susila dan esthetik mengenai tingkatan-tingkatan keindahan.Yang tertinggi tingkatannya adalah perasaan keagamaan. Kita dapat merasakan adanya Allah berkat dapatnya kita memakai akal dan fikiran untuk memahami ciptaanNya. Jadi, mereka yang memakai akal dan fikirannyalah yang dapat merasakan adanya Tuhan!

Ilmu kedokteran jiwa mengatakan, bahwa pusat perasaan terletak di dalam otak, disuatu daerah yang dinamakan limbic system. Bagaimanapun juga kita tidak dapat mengingkari, bahwa “hati” (jantung) memegang peranan pula dalam merasai ini. Kalau gembira kita merasakan dada kita lapang dan lega. Sedangkan kalau sedih kita merasakan dada kita sempit dan sesak.

Kalau kita gembira kita merasakan dada bergetar dan kalau sedih dada seolah-olah membeku. Semua ini tentu sangat subyektif sekali. Ini mungkin disebabkan, karena jantung (hati) mempunyai pusat penggerak yang di dalam ilmu kedokteran dinamakan “pace-maker”, yaitu pusat penggerak jantung. Tidak menngherankan kalau ahli pikir Yunani dulu mengatakan, bahwa kehidupan ini berpusat dalam jantung.

Jika kita berfikir seterusnya kita mungkin sampai kepada pemikiran, bahwa roh yang dihembuskan itu masuk paru-paru, sesudah diolah diteruskan ke jantung untuk dimanfaatkan selanjutnya. Kita mengetahui pula bahwa jantung (hati) ini memegang peranan yang penting dalam kelangsungan hidup.

Dalam ajaran Islam banyak sekali masalah yang dihubungkan dengan hati.Misalnya kita meminta kepada Tuhan “Ya Allah, bukakanlah pintu hatinya supaya ajaran-ajaranMu dapat masuk ke dalamnya”. Jika kita menginginkan seseorang supaya mau berbuat dan bertindak menurut ajaran agama dan tidak merugikan orang lain. Kita berpendapat pula adanya hati nurani, lubuk hati, qalbu dan sebagainya, yang menurut kita letaknya di dalam hati dan tidak di dalam otak.

Kalau kita kembali kepada maslah mental health atau kesehatan jiwa dapat disebut beberapa hal. Di Amerika Serikat sejak beberapa lama telah diadakan perkumpulan dalam lapangan kesehatan jiwa yang mulanya bernama National Committee for Metal Hygiene (1909) dan kemudian merubah namanya menjadi The National Institute of Mental Health. Dalam tahun 1920 terbentuk International Committee for Mental Hygiene dan sesudah perang dalam tahun 1948 namanya dirubah menjadi The World Federation for Mental Health dan berpusat di London. Anggotanya meliputi lebih dari 41 negara.

Kemudian, Apakah yang dimaksud denga jiwa yang sehat? Sebearnya sukar untuk mengatakan dengan tepat. Kesehatan jiwa erat hubungannya dengan perangai dan kepribadian, bagaimana caranya seseorang bergaul dalam keluarganya, di sekolah, di pekerjaannya dan dalam lingkungan di mana dia berada. Adapula sangkut pautnya degan cara dia memuaskan keinginannya, ambisinya, cita-citanya, perasaanya dan hati nuraninya untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan terkanan-tekanan penghidupan. Kesehatan jiwa berhubungan dengan interaksi individu dengan lingkungan sosialnya. Ada pula yang berpendapat, bahwa orang yang sehat jiwanya adalah seseorang yang lega terhadap dirinya, senang terhadap orang lain dan dapat menghadapi tantangan hidup dengan bijaksana. Jadi orang yang perbuatannya selalu suka membuka ‘aib orang lain, mempergunjingkan orang lain, membuat malu orang lain, melukai hati orang lain, orang yang seperti ini sebenarnya dapat dikatakan tidak sehat mentalnya.

Dapatkah kiranya kita mencegah timbulnya sakit jiwa (mental berakdown)?

Dapatkah kiranya kita merubah sesuatu untuk meningkatkan kesehatan jiwa?


Pertanyaan-pertanyaan semacam inilah yang sekarang menjadi tantangan para psykiater (dokter ahli jiwa) dan ahli-ahli ilmu sosial yang lain-lain. Dapat dibuktikan, bahwa anak yang sedang tumbuh, terutama antara umur enam bulan dan tiga tahun, bila tidak mendapat kasih sayang yang hangat dari ibunya atau pengganti ibu, anak itu akan menunjukkan tanda-tanda kedangkalan emosional dan sosial, rasa permusuhan dan tidak dapat atau sukar menyesuaikan diri.

Kalau penerimaan kasih sayang ini terputus sama sekali secara terus menerus selama berbulan-bulan, misalnya mungkin terjadi pada anak yatim, anak yang diterlantarkan karena pertengkaran orang tuanya, perubahan-perubahan dan kelainan-kelainan yang terjadi tidak dapat atau sukar dipulihkan kembali. Sebab itu dikatakan, bahwa afeksi atau kasih sayang yang spontan, terus menerus dan tidak dibuat-buat antara anggota keluarga mempunyai efek positif dalam membendung kestabilan emosional dan sosial anak.

Kebutuhan ini tidak berubah pada anak muda, orang dewasa, malahan sampai hari tua. Sebab itulah seorang dewasa mendapat kepuasan atau frustasi tidak saja dalam lingkungan keluarganya, rumah tangga dan hubungan perkawinan, tetapi juga di pekerjaan, di temapt rekreasinya dan lingkungan-lingkungan lain di mana dia mempunyai tanggung jawab.

Kita mengetahui pula, bahwa kita tidak dapat mengajar anak dengan kasar dan keras, tetapi harus memberi pengertian dengan penuh kasih sayang. Kiranya begitu juga hendaknya sikap istri terhadap suaminya, penuh kasih sayang dan pengertian. Tentunya bukan kaum wanita saja yang harus bersikap demikian. Laki-laki sebagai Imam dalam rumah tangga seharusnya lebih dari itu!

Kita mengetahui, seorang anak yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang, kalau sudah jauh dari orang tuanya dan terkenang kembali akan masa-masa di mana dia mendapat perlakuan yang penuh kasih sayang dari orang tuanya, ya, tidak jarang anak ini akan meneteskan air matanya.


GEJALA-GEJALA GANGGUAN JIWA

Gejala penyakit jiwa yang nyata. Saya katakan penyakit jiwa yang nyata, karena tiap orang awam mengenal penyakit ini, yaitu apa yang sehari-hari disebut gila. Di dalam kedokteran jiwa untuk keadaan ini dipakai istilah, orang yang psykhotik (psykhosa, psychosis).

Mereka ini menurut ajaran Islam, sebenarnya adalah orang-orang yang disayangi Allah. Sebab mereka ini dibebaskan dari tuntutan agama. Semua syarat-syarat agama Islam tidak berlaku buat mereka, seperti anak-anak di bawah umur. Apakah mereka tempatnya di sorga Jannatunna’im? Tentunya dosa yang mereka perbuat sebelum menjadi psykhotik akan diperhitungkan Allah. Schizophrenia yang klasik timbul pada waktu masa remaja, bertepatan dengan mulai berlakunya hukum-hukum Allah buat dia.

Tetapi bagaimana sikap kita terhadap mereka? Meraka diperolok-olokan dipandang dengan sinis dan menjijikan. Adapula yang berprasangka bahwa mereka dan keluarga mereka, orang yang mendapat laknat dari Tuhan. Ajaran Islam bukan berpendapat demikian.

Bagaimana orang yang dikatakan psykhotik ini? Mereka ini kita katakan tidak dapat menilai kenyataan. Reality Testing Abilitynya (Daya kesanggupannya untuk menilai kenyataan) kita katakan terganggu. Sebab biasanya mereka ini mempunyai waham(delusi), halusinasi, illusi dan hal-hal lain yang aneh menurut kita. Mereka biasanya menarik diri dari pegaulan, atau mengurung diri sambil menulis atau berbuat hal-hal yang bukan-bukan. Ada pula yang bekeliaran tanpa tujuan. Anak yang tadinya rajin tiba-tiba menjadi acuh tak acuh, tertinggal dalam pelajarannya. Itulah tadi beberapa tanda dari panyakit jiwa yang nyata.

Biasanya penyakit jiwa timbul perlahan-lahan sehingga hanya dapat diketahui oleh keluarganya yang terdekat. Mereka melihat kelakuan si sakit lambat laun berubah, tetapi sayangnya keluarga ini menolak sangkaannya sendiri bahwa si sakit ini menderita penyakit jiwa. Mereka mengatakan, “Kami adalah keturunan baik-baik”, seolah-oleh mereka ingin mengetengahkan, bahwa orang yang baik-baik itu tidak mungkin dihinggapi penyakit jiwa. Tapi nyatanya penyakit jiwa tidak pandang bulu. Karena takut atau malu karena pendapat orang yang tidak mengerti atau mulut usil, si sakit di sembunyi-sembunyikan atau dibawa berobat ke dukun sehingga waktu yang sebaik-baiknya untuk berobat kepada ahlinya sudah berlalu. Dan kalau si sakit nanti di bawa kepada seorang dokter penyembuhannya sudah sukar karena penyakitnya sudah berat, sebab sudah berlangsung berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun.

Di atas tadi saya memakai beberapa istilah teknis kedokteran, yaitu :

Delusi
yang artinya adalah waham. Waham yaitu buah pikiran yang salah menurut logika, tetapi benar dan sungguh-sungguh menuru si sakit. Misalnya seseorang yang menganggap dirinya kaya raya, sedangkan untuk kehidupannya sehari-hari dia meminta-minta kian kemari. Salah satu waham yang sering terjdapat adalah waham kecurigaan (delucion of persecution atau paranoid).

Sipenderita ini menyangka bahwa dia akan dibunuh, dianiyaya dan dicelakakan mungkin oleh temannya yang akrab atau tak jarang pula oleh semua orang di sekitarnya. Adapula kalanya oleh ayahnya dan ibunya sendiri yang dia tahu dahulu mereka sangat menyayanginya. Dengan demikian si pasien selalu berada dalam keadaan tegang dan waspada. Sering mereka tidak mau makan, karena takut diracuni. Banyak lagi yang dapat dikatakan tentang waham ini. Tetapi cukup itu saja sebagai contoh.

Halusinasi adalah tangkapan dari salah satu panca indera tanpa rangsang. Misalnya si sakit melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, mendengar sesuatu yang kita tidak mendengarnya, dia membau sesuatu yang kita tidak dapat membauinya. Dengan demikian dia mendengar orang yang mengatainya yang sebenarnya tidaklah demikian halnya. Adapula yang mengatakan dia mendengar suara Tuhan, suara Nabi dan sebagainya. Yang aneh, mereka menjawab suara-suara ini, kadang-kadang tertawa-tawa sendiri. Kalau ditanyakan mengapa mereka tertawa, jawabnya bahwa mereka sedang bersenda gurau dengan tuhan. Inilah semua yang dikatakan tidak dapat menilai kenyataan. Reality Testing Abilitynya terganggu.

Ilusi adalah salah tafsiran dari tangkapan panca indera. Muka orang dilihatnya berubah-ubah. Jalan raya yang datar dilihatnya seolah-olah bergelombang-gelombang. Kadang-kadang si sakit ini melihat sesuatu yang ganjil dan menakutkan. Yang kita sendiri tidak dapat melihatnya, mungkin hanyalah barang biasa saja, seperti tongkat disangkanya ular dan lain sebagainya. Jadi betul, seolah-olah orang yang menderita penyakit jiwa ini tidak dpat memakai akal fikirannya dengan wajar. Perbuatan dan tingkah lakunya seperti anak-anak. Sebab itulah mungkin mereka ini dibebaskan dari tuntutan agama. Karena seolah-olah mereka kembali kepada kehidupan anak-anak. Istilah kedokterannya adalah: Regressi. Agama hanya untuk orang atau manusia yang berakal.

Kalau kita menyimpang sedikit dari pokok pembicaraan: Apakah manusia itu?
Manusia adalah insan yang berakal, yang kalau tidak ada alat-alatnya yang rusak, dapat memakai akalnya itu. Bagaimana tahunya kita orang itu berakal. Orang yang berakal beragama. Sebab agama hanya untuk orang yang berakal, atau belum berakal seperti anak-anak atau yang tidak dapat memakai akalnya seperti orang yang menderita penyakit jiwa (psykhosa), tidak dapat melakukan syariat agama. Juga mereka yang sudah terlalu tua atau pikun (senile Dementia). Jadi barang siapa yang tidak mengindahkan agama, sebenarnya masuk golongan ini.

Dan agama yang manakah yang benar? Di dalam Al-Qur’an dikatakan: “Yang sebenar-benar agama disisi Allah adalah Islam”. “Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam”. (QS. Ali-imran 3: 19)
Barang siapa mencari agama selain agama islam, maka tidaklah akan diterima dari padanya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Ali-imran 3: 85). Dan mereka yang mengatakan bahwa mereka bukan keturunan Adam, tetapi seketurunan dengan Darwin, tentunya tidak pula akan beragama.

Sebab mereka asalnya dari mula bukan dari manusia : yang ditemukan Darwin sebenarnya hnyalah menilai bentuk morfologik, dari manusia purbakala. Kita tidak tahu apakah dia telah menilai pula segi-segi fisiologi dan biokhemik dari manusia purba itu.

Sebab kita mengetahui sekarang ini, bahwa untuk penilaian segi-segi fisiologik dan biokhemik ini beberapa waktu yang lalu orang memakai monyet yang disangka mendekati manusia metabolismenya. Tetapi keadaan ini tidak benar. Walaupun monyet morfologik hampir menyerupai manusia, tapi metabolismenya lain sekali.

Anjing, kucing dan babi bentuknya berbeda sekali dari manusia, tetapi metabolismenya, kucing, anjing dan babi mendekati manusia. Kita mengetahui, anjing dan babi dapat makan apa yang dimakan manusia, sedangkan monyet walaupun bentuknya dikatakan menyerupai manusia, makanannya berlainan.

Saya pernah memelihara monyet. Tapi monyet ini tidak pernah mau makan goreng ayam. Ya, golongan monyet hanya makan jenis tumbuh-tumbuhan. Sebab itu monyet jarang dipakai sekarang dalam laoratorium untuk perbandingan metabolik dengan manusia. Yang dipakai sekarang untuk keperluan ini adalah kucing dan anjing.


MACAM-MACAM GANGGUAN JIWA

Schizophrenia, yaitu penyakit jiwa yang sampai sekarang ini belum dapat diuraikan sama sekali. Biasanya penyakit ini timbul lambat laun pada masa remaja. Anak yang tadinya cerdas di sekolah tiba-tiba mundur prestasinya.Dikatakan bahwa pada schizophrenia terdapat perpecahan kepribadian, yaitu terdapatnya disharmoni dari fungsi kepribadian, yaitu disharmoni dari perasaan, akal fikiran dan perbuatan.

Dia mulai menarik diri. Tidak mau lagi bergaul. Seharian dia tiduran di kamarnya. Kadang-kadang menolak makan. Dia merasa seolah-olah otaknya menjadi tumpul, tidak dapat memusatkan pikirannya. Lambat laun dia menunjukkan kelainan-kelainan yang lebih nyata. Dia mulai acuh tak acuh, tidak memperhatikan kebersihan dirinya, tidak mandi-mandi, kukunya dibiarkan panjang. Kalau dia mau mengutarakan perasaannya dia akan mengatakan bahwa dunia dirasakannya berubah. Dia merasa seolah-olah mereka yang dahulu mencintainya, seperti ibu dan ayahnya sekarang bersikap lain terhadapnya.

Keadaannya ini sering menimbulkan ketegangan antara anak dan orang tua karena orang tua tidak mengerti persoalannya. Kemudian timbullah waham, halusinasi dan ilusi. Sedangkan si anak sendiri mengatakan, bahwa dia tidak sakit. Sebab itu dia menolak untuk berobat kepada seorang dokter. Salah satu gejala yang karakteristik adalah mengakui sakit ini. Jadi yang lebih menderita sebenarnya adalah mereka yang mencintainya, yaitu ibu, ayah beserta adik dan kakaknya serta anggota keluarga lainnya.

Mengapa mereka menderita? Pertama mereka tentunya memikirkan hari depan anak atau saudaranya. Tapi lebih lagi adalah sikap orang-orang sekitarnya. Mereka merasa malu terhadap mereka ini, yang kadang-kadang seperti telah disebutkan tadi menunjukkan sikap yang negatif, sinis, mengejek dengan penuh prasangka. Seolah-seolah orang yang menderita penyakit jiwa, adalah orang yang mendapat laknat.Mereka tidak tahu bagaimana ajaran islam tentang penyakit ini, sungguh disayangkan!

Penyakit Schizophrenia tidak pandang bulu. Dimana-mana di dunia yang beradab ternyata penyakit ini terdapat. Terdapat pada segala golongan masyarakat. Sampai sekarang belum diketahui apa sebabnya. Apakah faktor keturunan memegang peranan? Soal ini belum jelas. Yang jelas adalah : bahwa untuk menderita Schizophrenia tidak diturunkan. Yang mungkin diturunkan menurut setengah ahli adalah suatu presdisposisi atau “anlage”, yaitu sesuatu “kemungkinan” untuk dapat penyakit itu.

Kemudian faktor-faktor sosial kulturil memegang peranan dalam pemunculannya. Tapi setengah ahli menolak pendapat ini. Jadi jelaslah, bahwa kita masih jauh dari penjelasan masalah penyakit schizophrenia ini. Walaupun demikian pengalaman kita menunjukkan, pengobatan yang dini dan tekun memberi hasil penyembuhan yang sangat memuaskan. Sebab itu selalu dianjurkan untuk memeriksakan selekas-lekasnya kepada ahlinya tiap ada keadaan yang diduga permulaan suatu penyakit jiwa.

Gangguan Schizophrenia banyak pula coraknya. Reaksi schizophrenia terhadap pengobatan bermacam-macam pula. Ada yang sembuh dengan sempurna dalam waktu yang singkat tetapi ada pula yang tidak dapat disembuhkan. Ada pula yang menunjukkan perbaikan dengan meninggalkan gejala-gejala sisa. Dewasa ini sudah banyak macam obat psykhofarmaka (obat penguras otak untuk mengobati gangguan jiwa) tersedia sehingga lebih memudahkan untuk mengendalikan berbagai bentuk ataugolongan schizophrenia ini.


Psykhosa afektif atau Mania Depressi. Pada Mania-Depressi ini terdapat perasaan yang euphoris, yaitu rasa gembira yang tidak ada taranya, seolah-olah dunia ini dikuasainya. Dia mempunyai perasaan optimis yang sangat berlebihan. Jalan pikirannya cepat. Dia tak mengenal lelah. Dia memandang semua persoalan enteng saja. Tapi perasaan ini nantinya dapat beralih menjadi rasa sedih yang sangat mendalam pula. Berhari-hari dia dapat duduk bermuram durja. Jalan fikirannya seolah-olah terhenti. Apa yang disedihkannya? Dia tidak dapat mengatakan tentang mengapa dia sedih, mungkin karena dia teringat akan ibunya yang sebenarnya tidak pernah dikenalnya, karena dia dibesarkan oleh neneknya dan ibunya telah meninggal bertahun-tahun yang lalu. Ya, hal yang disedihkannya itu sebenarnya tidak begitu penting artinya buat dia, tetapi dia bermuram durja sampai berhari-hari dan berbulan-bulan. Inilah kira-kira bentuk penyakit mania depressi.

Paranoid
. Disini yang sangat menonjol adalah wahamnya. Dia masih dapat kadang-kadang melakukan tugasnya sehari-hari, tetapi wahamnya ini sangat mengganggunya. Dia misalnya mempunyai waham, seolah-olah orang sekitarnya akan menganiayanya. Sebab itu dia berusaha dan bersiap-siap untuk mempertahankan dirinya. Dia mengasah senjatanya dan selalu meletakkan di dekatnya, supaya mudah mencapainya jika diperlukan.

Ketiga macam psykhosa yang disebutkan diatas tadi, yaitu schizophrenia , mania-depressi dan paranoid dianggap penyakit jiwa yang berat dan dalam ilmu kedokteran jiwa digolongkan dalam “functional psychosis” atau dinamakan juga “Psychogenik psychosis”. Istilah-istilah ini dipakai di Amerika serikat, sedangkan negara-negara Eropa lebih suka memakai istilah “Endogenic psychosis”. Kedua cara memakai istilah itu membuktikan bahwa para ahli sebenarnya belum mengetahui apa penyebab penyakit-penyakit psykhosa ini.

Biasanya kita menyebut suatu penyakit berdasarkan penyebabnya. Ada pula psykhosa ini yang disebabkan atau akibat dari salah satu penyakit fisik, misalnya malaria tropika, typhus abdominalis, malahan adakalanya pula sakit influensa biasa dapat memberi gejala-gejala psykhosa. Dahulu penerita-penderita psykhosa disimpan dalam rumah-rumah sakit dalam kamar-kamar yang gelap dan diperlakukan tidak wajar.Mereka yang menderita ini dianggap hewan yang tidak layak dibiarkan hidup. Rumah sakit itu dahulu dinamakan Asylum tetapi dengan berkembangnya ilmu kedokteran, sikap orang juga berubah terhadap masalah ini. Sekarang pasien psykhosa ini dianggap orang yang sakit dan perlu mendapat perhatian selayaknya.


Di dalam mengobati penyakit ini sampai sekarang hasilnya bermacam-macam. Adakalanya pasien dapat sembuh sama sekali. Tap sering pula, sudah dicoba dengan segala macam obat yang dapat diperoleh dan dengan cara-cara pengobatan yang mutakhir, hasilnya tidak ada sama sekali atau amat kecil sekali.
Sebab itu kami sebagai dokter selalu berpegang teguh pada suatu pendapat: “Medicus curat Allah sanat”, artinya dokter mengobati sedang yang menyembuhkan adalah Allah!.

Dimentia. Penyakit jiwa ini disebabkan karena terdapat biasanya kelainan dalam jaringan otak,disebabkan oleh apa yang disebut “degenerasi”. Degenerasi berarti kemunduran. Kemunduran oleh karena tua. Jadi menciut seperti halnya juga dengan kulit yang menjadi keriput karena tua. Degenerasi mungkin pula disebabkan hal-hal lain, misalnya karena kerusakan oleh minum alkohol (tuak), kerusakan karena radang dan sebagainya. Salah satu kerusakan karena radang misalnya karena menderita penyakit kotor (VD = Veneral Disease) yaitu oleh Syphilis. Kita mengetahui bahwa syphilis terutama hanya dapat ditularkan melalui persetubuhan. Kuman penyebabnya adalah Treponema pallida.

Salah satu bentuk dementia yang sering pula kita temui adalah dementia Senilis yaitu apa yang kita namakan sehari-hari dengan sebutan pikun. Tidak semua orang yang mencapai umur tua menjadi pikun. Biasanya orang yang pikun tidak dapat mengenal waktu, lupa hal-hal yang baru terjadi, lupa nama orang-orang yang dekat dengan dia. Kadang-kadang orang seperti ini ingin berkunjung kepada orang yang sudah lama meninggal tapi menurut dia masih hidup.

Lain keadaannya dengan mereka yang menjadi dement karena VD tadi. Penyakitnya namanya Dementia Paralytica. Mereka ini biasanya kehilangan rasa susila. Dia bertelanjang bulat dirumah, atau hanya memakai baju, tapi tidak memakai celana. Dia buang air dimana-mana. Mereka yang menderita Dementia Senilis tidak kehilangan rasa susila.

Dementia mungkin pula disebabkan karena menciutnya pembuluh-pembuluh darah, biasanya pada mereka yang dahulu menderita darah tinggi. Selain itu dementia dapat pula timbul karena radang otak atau radang selaput otak dan karena rudapaksa atau trauma pada kepala.Pengobatan dementia untuk memulihkan fungsi otak sebenarnya tidak ada, kelainan-kelainan yang timbul pada jaringan otak itu sukar atau tidak mungkin dipulihkan kembali.

Tadi sudah dikatakan, bahwa penderita psykhosa adalah orang yang disayang tuhan. Ini memerlukan sedikit penguraian. Penderita dementia paralytika stadium lanjut dari syphilis tentunya tidak dapat digolongkan ke dalam golongan “kesayangan” Tuhan tadi. Malahan ini adalah tanda mendapat laknat dari Allah, sebab penyebabnya adalah perzinaan.

Kita membicarakan beberapa bentuk psykhosa. Banyak lagi bentuk psykhosa yang lain. Tapi saya kira cukup itu saja yang dibicarakan. Sekarang kita pindah kepada beberapa kelainan jiwa lainnya yang tidak digolongkan dalam psykhosa.

Psykhoneurosa, Dalam golongan ini termasuk beberapa macam penyakit misalnya kecemasan (Anxiety Neurosis). Selalu terdapat rasa cemas dan khawatir yang tidak disadari sebab-sebabnya. Hal ini tentu saja menghambat kelancaran kehidupan sehari-hari. Hysteria (hysteria neurosis) adalah macam lainnya. Pada keadaan ini kita menemukan bermacam-macam gejala misalnya : lupa, buta untuk suatu keadaan, kejang-kejang, lumpuh dan sebagainya.

Fobia adalah bentuk lain pula, si pasien merasa takut kepada debu, takut melintasi lapangan, takut naik salah satu kendaraan.

Obsessi-kumpulsi, yaitu di mana pasien tidak dapat meghindarkan suatu buah pikiran. Misalnya si pasien tiap melihat kancing di jalanan dia merasa harus, terpaksa memungutnya sehingga terkumpul di rumahnya seember banyaknya. Penyakit lain nya lagi adalah depressi. Yaitu si passien bermuram durja berbulan-bulan karena kucingnya tergilas, atau seorang temannya meninggal yang diduga karena kesalahannya, tapi sebenarnya bukanlah demikian halnya.

Suatu keadaan lain lagi dinamakan neurasthenia, yaitu si pasien selalu merasa lesu tidak sanggup bekerja dan tak berdaya. Keadaan neurotik pada anak-anak misalnya adalah bisu pada suatu keadaan, gegap (shuttering). Tarik tarikan otot muka (tics), tak ada nafsu makan dalam waktu lama (anorexia), muntah-muntah pada suatu situasi, ngompol dan lain-lainnya.

Psykhosomatik. (Psychosomatic disorders), atau nama yang lebih banyak dipakai dalam ilmu kedokteran ; Psychophysiological Autonomic and Visceral Disorders, Physical disorder of presumably psychogenic origin. Pada keadaan ini kita menemukan keluhan-keluhan dan kelainan-kelainan pada alat-alat tubuh, misalnya jantung, alat pernafasan dan lainnya, dalam lambung, usus alat kelamin dan lain-lainnya (viscera). Kelainan itu disebabkan oleh faktor-faktor emosional melalui saraf-saraf autonom. Kelainan-kelainan ini lambat laun dapat menimbulkan perubahan-perubahan struktur anatomik, yang tidak dapat pulih kembali.

Akhir-akhir ini saya dikunjungi oleh beberapa pasien yang stress akibat tidak terpilih sebagai anggota dewan,diantara mereka ada yang sudah jatuh ketarap yang lebih lanjut. Dengan therapy modern dan pendekatan keagamaan akhirnya mental sipasien berangsur-angsur pulih kembali.Pada prinsipnya mereka sudah kehilangan sebagian bahkan hampir seluruh harta untuk kegiatan kampanye agar mereka terpilih menjadi anggota Dewan, namun apa daya…

Dari anamnesis (tanya jawab pasien-dokter) ternyata fondasi Iman,Islam dan Ihsan mereka belum sempurna. Selama kita memegang teguh keyakinan Tauhid, maka selama itu pula segala badai dan goncangan hidup tidak akan pernah bisa menggoyangkan hati kita. Kita seyogyanya jangan bersedih terhadap kehilangan, karena toh segala hal bukan milik kita. Kita hanya dititipi oleh Yang Maha Kaya. Segala sesuatu akan kembali padaNya.

Kita harus sadar dari awal, tidak penting menang atau kalah, yang terpenting adalah melakukan yang terbaik untuk menegakkan kebenaran. Saat kita lelah, tersenyumlah dengan tulus, karena senyum akan menjadikan hari yang berat menjadi ringan dan hati yang keras menjadi lembut…..Keep smiling !